Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah telah menegaskan bahwa vaksin COVID-19 gratis tanpa persyaratan apapun. Saat ini, perencanaan vaksinasi juga tengah dirampungkan. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) memastikan akan mengawal keamanan dan efektivitas dari vaksin COVID-19 tersebut.

Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 dari Badan POM Dr. dra. Lucia Rizka Andalusia, M.Pharm, Apt mengatakan, sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait penyediaan vaksin COVID-19 bahwa seluruh prosedur harus dilalui dengan baik dalam rangka menjamin keselamatan masyarakat, serta efektivitas vaksin.

"Termasuk tahapan uji klinik fase III, sebagai otoritas pengawas obat dan makanan di Indonesia, Badan POM berkewajiban mengawal ketat keamanan khasiat dan mutu vaksin COVID-19, sebelum dan selama digunakan dalam program vaksinasi nantinya," katanya, dalam keterangan tertulis yang diterima VOI, Sabtu, 19 Desember.

Seperti diketahui, pada Minggu, 6 Desember vaksin COVID-19 produk Sinovac asal China telah tiba di Tanah Air sebanyak 1,2 juta dosis. Vaksin tersebut diangkut dengan menggunakan pesawat milik maskapai PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), pesawat jenis Boeing 777-300ER.

Vaksin asal perusahaan farmasi China ini merupakan vaksin COVID-19 yang pertama kali mendarat di Indonesia. Pada tahap pertama, pemerintah mendatangkan 1,2 juta dosis. Disusul rencana kedatangan tahap kedua sebesar 1,8 juta dosis.

Terkait vaksin Sinovac, kata Lucia Rizka, Badan POM tengah melakukan evaluasi keamanan khasiat dan mutu vaksin dengan merujuk standar internasional seperti WHO, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika (FDA), Badan Pengawas Obat Eropa (EMA) dalam melakukan evaluasi pemberian EUA.

Evaluasi vaksin tersebut dilakukan oleh Badan POM dan Komite Nasional Penilai Obat dan para ahli di bidang vaksin di antaranya dari Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), dan para ahli di bidang vaksin. Pengambilan keputusan berdasarkan landasan ilmiah yang bisa dipertanggung jawabkan dan bersifat independen.

"Untuk EUA, rekomendasi WHO menyebutkan data interim pengamatan 3 bulan setelah penyuntikan dapat digunakan sebagai dasar pemberian izin penggunaan darurat," katanya.

Selain itu, Lucia Rizka berujar, bahwa uji klinik fase III di Bandung berjalan sesuai timeline yang direncanakan, semua subjek (relawan) sudah mendapatkan dua kali penyuntikan diikuti pemantauan dengan periode 1 bulan, 3 bulan, dan 6 bulan, untuk memastikan keamanan dan khasiat vaksin tersebut.

Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, vaksin yang diproduksi Sinovac juga diuji klinik di negara-negara lain termasuk Brazil, Turki, dan Chili.

"Peneliti akan mengumpulkan data-data tersebut dan melakukan analisis untuk kemudian dilaporkan ke Badan POM, yang selanjutnya dilakukan evaluasi sebelum vaksin digunakan untuk program vaksinasi," tuturnya.

Lucia Rizka juga menegaskan, meski menggunakan skema EUA, aspek keamanan khasiat dan mutu harus tetap terpenuhi berdasarkan data pendukung yang memadai. "Selain Sinovac kami akan melakukan langkah evaluasi yang sama untuk kelima jenis vaksin lain yang ditetapkan Keputusan Menkes," ucapnya.

Sekadar informasi, dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 9860 tahun 2020 dimungkinkan adanya perubahan jenis vaksin yang digunakan pemerintah, jika ada kandidat vaksin yang telah memenuhi persyaratan keamanan khasiat dan mutu yang ditetapkan menkes maka Badan POM akan melakukan proses evaluasi dan menerbitkan EUA.

Pelaksanaan vaksinasi COVID-19 ini bertujuan untuk mempercepat upaya menurunkan angka penularan, kesakitan, dan kematian karena COVID-19, yang harus dilaksanakan bersama dengan penguatan 3T atau tes, telusur dan tindaklanjut oleh pemerintah, dan disiplin protokol kesehatan oleh masyarakat.

"Kami mengimbau masyarakat untuk memberikan dukungan bagi program vaksinasi ini. Jangan kendor menjalankan disiplin memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan siap divaksinasi saat vaksin siap. Bersama-sama kita bangun kekebalan kelompok untuk melindungi diri, melindungi negeri, dan mengakhiri pandemi," tuturnya.