JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua P. Simandjuntak ditangkap di kantornya bersama staf bernama Rusdi.
Penangkapan ini dilakukan operasi tangkap tangan (OTT) digelar Rabu, 14 Desember.
"Sekitar pukul 20.30 WIB, Tim KPK secara terpisah mengamankan beberapa pihak di lokasi berbeda. STPS dan RS diamankan di Gedung DPRD Provinsi Jawa Timur," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 15 Desember malam.
Sementara dua tersangka lain, yaitu Kepala Desa Jelgung Kecamatan Robatal Kabupaten Sampang sekaligus selaku Koordinator Pokmas (Kelompok Masyarakat) dan Ilham Wahyudi alias Eeng yang merupakan Koordinator Lapangan Pokja ditangkap di Kabupaten Sampang, Madura.
Dalam penangkapan itu, diamankan uang tunai dalam bentuk pecahan rupiah dan dolar Singapura serta dolar Amerika Serikat. "Dengan jumlah sekitar Rp1 miliar," tegas Johanis.
Adapun operasi senyap ini dilakukan berdasarkan informasi masyarakat yang mengetahui adanya dugaan penyerahan uang kepada Sahat. Pemberian ini diduga berkaitan dengan pengurusan alokasi dana hibah.
Dalam kasus ini, Sahat diduga menawarkan bantuan untuk memperlancar pengusulan dana hibah yang dengan jumlah seluruhnya mencapai Rp7,8 triliun. Pemberian ini ditujukan untuk badan, lembaga, organisasi masyarakat yang ada di Pemprov Jawa Timur.
Sahat melakukan penerimaan sejak 2021 dan berlanjut hingga 2022 kemudian bersedia membantu untuk 2023 serta 2024. Uang yang diterima politikus Partai Golkar ini diduga mencapai Rp5 miliar.
BACA JUGA:
Akibat perbuatannya, Sahat dan Rusdi sebagai penerima suap disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara selaku pemberi, Abdul Hamid dan Ilham disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.