Bagikan:

JAKARTA - China berlomba untuk memvaksinasi penduduknya yang paling rentan pada Hari Kamis, untuk mengantisipasi gelombang infeksi COVID-19, saat sejumlah analis memperkirakan jumlah kematian akan melonjak setelah China melonggarkan kontrol ketat yang telah menahan pandemi selama tiga tahun.

Dorongan itu muncul ketika Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menyuarakan keprihatinan lantaran 1,4 miliar penduduk China tidak divaksinasi secara memadai.

China, yang mengatakan sekitar 90 persen populasinya telah divaksinasi COVID-19, kini telah memutuskan untuk meluncurkan dosis penguat kedua untuk kelompok berisiko tinggi dan orang lanjut usia di atas 60 tahun.

Juru bicara Komisi Kesehatan Nasional Mi Feng mengatakan perlu untuk mempercepat promosi vaksinasi, menurut komentar yang dilaporkan oleh media pemerintah, melansir Reuters 15 Desember.

Data resmi terbaru menunjukkan China telah memberikan 1,43 juta vaksin COVID pada Hari Selasa, jauh di atas angka pada bulan November sekitar 100.000-200.000 dosis sehari. Secara total, itu telah memberikan 3,45 miliar dosis.

Beijing sebagian besar tidak menggunakan vaksin dan perawatan barat, karena mengandalkan vaksin buatan lokal. Pengobatan oral COVID-19 Pfizer Paxlovid adalah salah satu dari sedikit obat asing yang telah disetujui.

Rabu lalu, pemerintah mulai membongkar kontrol 'nol-COVID' yang keras, mencabut persyaratan pengujian dan melonggarkan aturan karantina yang telah menyebabkan kecemasan bagi puluhan juta orang, menghancurkan ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

"Ada narasi saat ini China mencabut pembatasan dan tiba-tiba penyakitnya tidak terkendali," terang Direktur Kedaruratan WHO Mike Ryan.

"Penyakit itu menyebar secara intensif karena saya yakin tindakan pengendalian itu sendiri tidak menghentikan penyakit itu," tandasnya.

Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin mengatakan, China memiliki "keunggulan institusional" untuk melawan COVID.

"Kami pasti akan dapat melewati puncak epidemi dengan lancar," katanya dalam jumpa pers reguler sebagai tanggapan atas juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby, yang mengatakan bahwa Amerika Serikat siap membantu jika China memintanya.

Ada tanda-tanda kekacauan yang meningkat selama perubahan pendekatan China, termasuk antrean panjang di luar klinik demam, kehabisan obat-obatan dan pembelian panik di seluruh negeri.

Pada Kamis malam, regulator aset negara China mendesak pembuat obat besar yang didukung negara untuk memastikan pasokan obat-obatan terkait COVID.

"Pihak berwenang telah membiarkan kasus di Beijing dan kota-kota lain menyebar ke titik di mana melanjutkan pembatasan, pengujian dan pelacakan akan sangat tidak efektif dalam mengendalikan wabah," kata analis di Eurasia Group .

"Lebih dari 1 juta orang bisa meninggal karena COVID dalam beberapa bulan mendatang," sambungnya.

Pakar lain telah menyebutkan potensi korban lebih dari 2 juta. Sejauh ini, China telah melaporkan sekitar 5.235 kematian terkait COVID-19, relatif rendah menurut standar global.