Uni Eropa Seriusi Pembentukan Pengadilan untuk Adili Kejahatan Perang Rusia di Ukraina
Penemuan kuburan massal di Izium, Ukraina. (Wikimedia Commons/armyinform.com.ua)

Bagikan:

JAKARTA - Duta Besar Uni Eropa (UE) untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan, blok beranggotakan 27 negara itu mendukung pembentukan pengadilan independen yang akan meminta pertanggungjawaban Presiden Rusia Vladimir Putin dan pejabat tingginya atas invasi ke Ukraina, meskipun para ahli percaya itu adalah "langkah politik yang berisiko".

Dalam sebuah wawancara dengan The National News, Olof Skoog mengatakan para pejabat UE akan bertemu di Brussels, Belgia akhir pekan ini untuk membahas usulan pengadilan, yang akan beroperasi secara terpisah dari Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).

"Sangat bagus bahwa mereka (pemimpin Rusia) tahu, bahwa prospek dakwaan dan hukuman, Anda tahu, pertanggungjawaban, ada sebagai kenyataan," kata Skoog di markas besar PBB di New York, seperti dilansir 12 Desember.

Ukraina telah mendorong pembentukan pengadilan yang mirip dengan pengadilan Nuremberg setelah Perang Dunia Kedua, ketika Sekutu mengadili Nazi yang kalah.

Sebelumnya, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen bulan lalu mengatakan, "Rusia harus membayar kejahatannya yang mengerikan", saat dia mengumumkan dukungan Uni Eropa untuk pengadilan tersebut.

Sementara ICC sudah menyelidiki kejahatan perang di Ukraina, Skoog berpendapat bahwa itu tidak akan dapat menuntut kepemimpinan Kremlin atas pelanggaran menyeluruh "kejahatan agresi", karena Rusia belum meratifikasi Statuta Roma, yang berarti para pemimpinnya memiliki kekebalan dari penuntutan selama menjabat.

"Kami mungkin dapat memperbaiki masalah itu," kata Skoog, mencatat proposal Ukraina akan "menciptakan sistem di mana Anda juga dapat menutupi kekosongan yang ada saat ini dalam sistem hukum internasional."

Diplomat Swedia itu mengatakan, pengadilan baru akan membutuhkan dukungan PBB untuk membantu memberikan "legitimasi tertentu".

Majelis Umum PBB akan menjadi satu-satunya jalan yang realistis untuk mendukung pengadilan, karena Rusia pasti akan menggunakan hak veto Dewan Keamanannya untuk memblokir tindakan anti-Moskow.

Diketahui, rancangan resolusi Ukraina tentang masalah ini telah beredar di markas besar PBB.

Dilihat oleh The National, draf resolusi tersebut "meminta Sekretaris Jenderal untuk merundingkan kesepakatan dengan Pemerintah Ukraina, untuk membentuk pengadilan internasional independen dengan yurisdiksi atas kejahatan agresi yang dilakukan terhadap Ukraina dan menyerahkan kesepakatan untuk ditinjau kembali ke Majelis Umum."

Belanda, tempat ICC bermarkas, mengatakan bersedia menjadi tuan rumah pengadilan baru tersebut.

Terpisah, Moskow tegas menolak gagasan pengadilan kejahatan perang, menilainya sebagai tidak sah.

Rusia telah dituduh melakukan beberapa kejahatan perang, termasuk eksekusi singkat warga sipil di Bucha dan di tempat lain. Pasukan Ukraina juga dituduh melakukan kekejaman terhadap tawanan perang Rusia.

Dengan perang Rusia melawan Ukraina sekarang di bulan kesepuluh, beberapa negara Uni Eropa telah menyuarakan dukungan mereka untuk pengadilan semacam itu, dan pejabat Ukraina telah melobi untuk melibatkan lebih banyak negara.

Tetapi perlawanan signifikan tetap ada dan posisi AS, yang juga berada di luar yurisdiksi ICC, sejauh ini masih belum jelas.

Mitra Eropa, kata Skoog, sedang mempertimbangkan berbagai opsi dan dijadwalkan untuk membahas masalah ini pada 14-15 Desember di Brussel.

Sementara itu, Richard Gowan, direktur PBB di International Crisis Group mengatakan, gagasan untuk membawa pengadilan ke Majelis Umum adalah "langkah politik yang berisiko, bahkan jika itu masuk akal secara moral dan hukum."

"Banyak negara yang telah mendukung Ukraina di Majelis Umum hingga saat ini akan khawatir, ini adalah langkah kontraproduktif yang dapat membuat pembicaraan dengan Rusia tentang mengakhiri perang menjadi lebih sulit," terang Gowan.

Ada juga masalah preseden, kata Gowan. Rancangan resolusi Ukraina membuka kemungkinan politik bagi orang lain untuk mengeksploitasi.

"Uni Eropa dengan senang hati mendukung resolusi ini. Tetapi apa yang terjadi jika koalisi negara-negara Arab dalam beberapa tahun meningkatkan rencana pengadilan untuk menantang AS atau Israel atas tindakan masa depan di Timur Tengah?" tanyanya.

"Saya tidak yakin para diplomat Barat memikirkan bagaimana inisiatif ini dapat menyebabkan masalah bagi mereka lima atau 10 tahun dari sekarang,"tandasnya.