JAKARTA - Penasihat hukum terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi menanggapi permintaan Bharada Richard Eliezer untuk dihadirkan secara online dalam persidangan kasus dugaaan pembunuhan berencana Nopriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J pada Selasa, 13 Desember.
Menurutnya, permintaan itu mencerminkan Bharada E takut untuk berhadapan langsung dengan Ferdy Sambo.
"Apakah ada yang ditutupi? Apakah mereka takut untuk bersaksi?" ujar Penasihat hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Arman Hanis kepada wartawan, Senin, 12 Desember.
Permintaan itu juga dianggap memposisikan Bharada E tak percaya pada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Terutama, terhadap jaksa dan majelis hakim.
"Apakah ngga percaya sama LPSK, percaya saja sama LPSK ada hakim ada jaksa. Jadi kaya orang takut gitu," ungkapnya.
Terlepas dari hal itu, Arman pun mempertanyakan mengenai dasar pengajuan dihadirkan secara online tersebut. Terlebih kepentingan di baliknya.
"Kemudian kan selama ini juga Richard terintimidasi itu kan harus ditanya juga apa urgensinya untuk daring," kata Arman.
Sebagai informasi, penasihat hukum Bharada E, Ronny Talapessy di awal persidangan meminta kepada majelis hakim agar kliennya bisa bersaksi secara daring atau online saat diperiksa sebagai saksi di persidangan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
"Izin Yang mulia, kami bermohon ketika Richard Eliezer saat dijadikan saksi Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi untuk dihadirkan secara daring, dan kami ajukan surat," kata Ronny Talapessy.
Ketua Majelis Hakim, Wahyu Iman Santoso pun sempat alasan di balik permintaan tersebut. Saat itu, Ronny hanya menyebut karena Bharada E merupakan justice collaborator (JC).
"Apa alasan dari saudara penasihat hukum untuk meminta hal ini?," tanya Wahyu.
"Karena klien saya terlindung oleh LPSK, UU Perlindungan Saksi, majelis," jawab Ronny.