Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) sedang mencari pengganti Menteri Sosial non-aktif Juliari Peter Batubara yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Belakangan, yang santer terdengar telah mendapatkan tawaran untuk duduk di kursi ini adalah Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.

Kabar ini beredar ketika Plt Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Yusuf Lakaseng mengaku mengetahui perihal penunjukkan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini oleh Presiden Jokowi menggantikan Juliari. Hal ini disampaikannya acara tasyakuran pilkada atas kemenangan Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dan Armuji.

"Di Surabaya, wali kota bisa langsung meloncat ke menteri, tanpa harus menjadi Gubernur Jawa Timur terlebih dahulu. Ini menunjukkan kalau Surabaya itu kota mendunia," katanya beberapa waktu lalu.

Belakangan, Risma menepis kabar tersebut. Dia mengaku belum mendengar apapun terkait hal ini.

"Seng nawari sopo? (yang nawari siapa)," kata Risma di Surabaya.

Risma menyerahkan hal ini kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Lagipula, saat ini masih dalam suasana Pilkada.

"Belum (ada komunikasi, red). Ini saja masih pilkada, jadi pilkada belum selesai," tegasnya.

Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini. (Foto: Dok. Humas Kota Surabaya)

Korupsi Dana Bansos untuk COVID-19

Juliari ditetapkan tersangka pada 6 Desember. Perjalanan kasus ini diawali melalui sebuah operasi tangkap tangan (OTT) yang bermula dari informasi masyarakat pada Jumat, 4 Desember. 

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, informasi itu menyebut, diduga terjadi penerimaan uang oleh sejumlah penyelenggara negara yang diberikan oleh Ardian I. M (AIM) dan Hary Sidabuke (HS) selaku pihak swasta kepada dua Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yaitu Matheus Joko Santoso (MJS), Adi Wahyono (AW), dan Mensos Juliari Batubara yang diberikan melalui orang kepercayaannya termasuk seorang Sekretaris Kemensos, yaitu Shelvy N.

Selanjutnya, setelah operasi senyap dilakukan di sejumlah lokasi di Jakarta pada Sabtu, 5 Desember, KPK menetapkan lima orang tersangka dalam kasus ini, termasuk Juliari.

Eks Deputi Penindakan KPK ini menjelaskan, Juliari sebagai Menteri Sosial diduga menunjuk MJS dan AW sebagai Pejabat Pembuat Komitmen yang kemudian menunjuk langsung rekanan yang akan mengisi proyek pengadaan bansos di Kemensos senilai Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak dan dilakukan dalam dua periode.

Pada periode pertama, kata Firli, Juliari diduga menerima fee sebanyak Rp8,2 miliar melalui AW dari total Rp12 miliar yang berasal dari kesepakatan pembayaran Rp10 ribu oleh rekanan proyek kepada Kementerian Sosial. Pemberian ini dikelola oleh orang kepercayaannya bernama Eko dan Shelvy untuk membayar keperluan pribadi Menteri Juliari.

Berikutnya, pada periode kedua pelaksanaan paket bansos, Juliari kembali mendapatkan uang sebesar Rp8,8 miliar dari uang fee yang terkumpul sejak Oktober hingga Desember. Sama seperti periode sebelumnya, uang miliaran ini akan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhannya.

Mensos Juliari Batubara (Sumber: Istimewa)

Mensos sebaiknya diisi profesional

Pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo, ada dua Menteri Sosial yang dicokok oleh komisi antirasuah, yaitu Idrus Marham yang menjabat sebagai Sekjen Partai Golkar dan Juliari Peter Batubara yang menduduki jabatan sebagai Wakil Bendahara PDI Perjuangan. Keduanya ditetapkan KPK sebagai penerima suap.

Melihat kondisi ini, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai, Presiden Jokowi mungkin bisa mulai mempertimbangkan kalangan profesional untuk menduduki jabatan Menteri Sosial. Sebab, kalangan profesional dianggapnya tak akan mudah diintervensi.

"Kalangan profesional dapat menghindari tekanan kepentingan, berbeda dengan kader parpol yang tentu harus menimbang arahan parpol dalam kerja kementerian," kata Dedi saat dihubungi VOI, Rabu, 16 Desember.

Menurutnya, posisi menteri ini juga harus dijauhkan dari kader PDI Perjuangan. Mengingat, saat ini ada proses hukum yang berjalan dan hal ini untuk mencegah terjadinya abuse of power.

Lebih lanjut dia menilai, Kementerian Sosial yang berhadapan langsung dengan masyarakat sebenarnya tak hanya membutuhkan para elite politik. Dedi mengatakan mereka yang duduk di kursi tersebut harusnya punya dua modal utama yaitu mahir dalam implementasi dan pengawasan kerja serta punya kapasitas kebijakan.

"Kemensos sebagai pos yang berhadapan langsung dengan masyarakat juga perlu ditempati tokoh dengan integritas dan karakter empatik unggulan, tidak dapat hanya tokoh politik. Apalagi, Mensos dua periode berjarak dekat terbukti korupsi," ujarnya.

Keputusan Megawati 

Beredarnya nama Risma ditunjuk sebagai Menteri Sosial menggantikan Juliari kemudian ditanggapi oleh Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah. Dia mengaku belum mengetahui perihal penunjukkan ini.

Tapi, dia memastikan siapapun nama yang dimajukan oleh partai berlambang banteng ini sebagai menteri bakal ditentukan oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. 

"Urusan mengenai siapa kader PDIP yang akan ditugaskan dan diusulkan kepada presiden menjadi Menteri Kabinet Indonesia Maju adalah wewenang dan hak prerogatif Bu Mega sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan," kata Basarah seperti dikutip dari keterangan tertulisnya.

Sementara pengambil keputusan akhir adalah Presiden Jokowi dengan hak prerogatifnya.

"Dan mengenai keputusan pengangkatan seorang menteri adalah hak prerogatif Presiden Jokowi," imbuh Wakil Ketua MPR RI ini.