Jokowi Bakal Lantik Guntur Hamzah Jadi Hakim MK di Istana Hari Ini
Calon Hakim Konstitusi Guntur Hamzah menyapa anggota dewan saat mengikuti rapat Paripurna DPR Ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/9/2022). (ANTARA FOTO/Galih Pradipta/YU)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal melantik Guntur Hamzah menjadi hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Guntur menggantikan Hakim Konstitusi Aswanto berdasarkan hasil rapat paripurna Komisi III DPR pada Senin 29 September.

Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machumudin mengatakan pelantikan bakal digelar di Istana Negara Jakarta, pada hari ini, Rabu 23 November.

"Iya, pagi hari ini," katanya saat ditanya wartawan di Jakarta, Rabu 23 November, disitat Antara.

Sebelumnya, rapat internal Komisi III DPR memutuskan tidak memperpanjang masa jabatan hakim MK atau hakim konstitusi dari unsur DPR yaitu Aswanto, sehingga menunjuk Guntur Hamzah sebagai penggantiny

Alasan pencopotan tersebut, menurut Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto karena kinerja Aswanto mengecewakan. Aswanto disebut banyak menganulir produk legislasi DPR.

Bambang juga menganalogikan hubungan antara hakim konstitusi dan DPR seperti hubungan antara direksi perusahaan dan pemilik perusahaan. Selaku pemilik perusahaan, DPR berhak mengatur hakim MK; sementara selaku bawahan DPR, putusan MK harus selalu sesuai dengan kebijakan pemilik perusahaan.

Contohnya, lanjut Bambang, dalam uji materi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, d antara delapan hakim lainnya, Aswanto termasuk hakim yang menyatakan Undang-Undang Omnibus Law tersebut bertentangan dengan konstitusi secara bersyarat.

Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut penunjukan Guntur Hamzah menggantikan Aswanto sebagai hakim konstitusi MK merupakan bentuk otoritarianisme dan pembangkangan hukum.

ICW menyatakan DPR menabrak ketentuan Pasal 24 ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 yang menjamin eksistensi kemerdekaan lembaga kekuasaan kehakiman. DPR juga dinilai bertentangan dengan Pasal 23 UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK karena Aswanto tidak sedang diberhentikan dengan tidak hormat.

Sikap DPR itu juga melanggar Pasal 3 ayat 1 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian peradilan.

Sementara LBH Jakarta menyebut pencopotan Aswanto dari hakim konstitusi ialah bentuk pelecehan independensi terhadap kebebasan kekuasaan kehakiman.

Pencopotan Aswanto secara sepihak oleh DPR merupakan pelanggaran hukum karena mengacu pada Pasal 19 UU MK yang mengharuskan pencalonan hakim konstitusi dilaksanakan secara transparan dan partisipatif.