JAKARTA - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menginginkan jalur sepeda bisa dibangun tak hanya di jalan raya, namun juga kompleks perumahan dan perkantoran.
Keinginan tersebut disampaikan Heru dalam pertemuannya dengan komunitas pesepeda Bike to Work di Balai Kota DKI Jakarta pada hari ini, sebagaimana keterangan dari Ketua Bike to Work Fahmi Saimima usai pertemuan.
"Pak Pj Gubernur usul agar jalur sepeda ada di lingkungan, di kawasan-kawasan berbasis perkantoran, kompleks, yang memang masyarakat butuh mobilisasi. Jadi, tidak hanya di jalur-jalur utama, di jalur-jalur arteri," kata Fahmi di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat, 18 November.
Fahmi mengatakan, Heru juga meminta Bike to Work untuk membantu menentukan lokasi-lokasi di luar jalur arteri yang kerap dilintasi masyarakat pesepeda.
Fahmi datang ke Balai Kota menemui Heru juga dalam rangka untuk memastikan Pemprov DKI tetap menganggarkan APBD untuk jalur sepeda.
Sebab, beberapa waktu lalu, Dishub DKI sempat membatalkan usulan anggaran jalur sepeda dalam rancangan APBD DKI tahun 2023. Namun belakangan, anggaran jalur sepeda kembali diusulkan sebesar Rp7,5 miliar. Namun, anggaran itu tidak akan digunakan untuk penambahan pembangunan jalur sepeda.
Rinciannya, Dishub DKI mengakukan anggaran Rp2 miliar untuk melakukan evaluasi atau kajian mengenai jalur sepeda yang telah dibangun. Dishub DKI juga mengajukan anggaran RpRp500 juta untuk sosialisasi jalur sepeda di tiap kota administratif, serta Rp5 miliar untuk optimalisasi jalur sepeda yang sudah ada.
"Jadi, isu tentag dinolkannya jalur sepeda sudah gugur, anggarannya sudah kembali ada. Nilainya sekitar Rp7,5 miliar, cuma memang narasinya adalah optimalisasi jalur sepeda yang sudah ada," tutur Fahmi.
Fahmi mensyukuri hal ini. Sebab, menurut dia, pengadaan jalur sepeda merupakan upaya yang mesti dilakukan demi mewujudkan kota berkelanjutan. Lagipula, lanjut dia, pembangunan jalur sepeda juga dilakukan pada beberapa Gubernur DKI sebelumnya.
"Jalur sepeda sudah dibangun sejak era Pak Fauzi Bowo, Jokowi, Ahok, lalu dilanjutkan Pak Djarot, Pak Anies. Ini bagian dari tata kelola kota yang mengajak masyarakat untuk active mobility. Jadi, jangan lagi ada narasi-narasi tidak support terhadap ekologi pembangunan kota yang beradab," imbuhnya.