JAKARTA - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra, Habiburokhman mengungkapan revisi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tidak akan disahkan pada periode ini.
"Jika melihat perkembangan terakhir di rekan-rekan DPR, menurut saya RKUHP enggak bakal disahkan di periode ini," ujar Habiburokhman dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 16 November.
Sebab, dia khawatir DPR akan di-bully apabila terburu-buru mengesahkan draft revisi RKUHP tersebut.
"Ini karena sebaik apapun draft yang disepakati DPR akan dibully oleh media dan LSM," katanya.
Di sisi lain, Habiburokhman menduga semua fraksi di DPR menghindari hal tersebut karena sudah mendekati Pemilu 2024. Karena itu, dia meyakini RKUHP tidak akan disahkan pada periode ini.
"Sekarang, kita nikmati saja KUHP buatan kolonial Belanda yang tegas mengatur hukuman mati sebagai pidana pokok, yang tidak mengenal restoratif justice, yang sudah banyak sekali mengantarkan kaum aktivis kritis ke penjara," ucapnya.
Berbeda dengan Habiburokhman, Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul mengatakan pihaknya akan menggelar rapat 'penghalusan' RKUHP terakhir pada agenda rapat tanggal 21 November mendatang. Kata dia, tidak semua masukan dari berbagai elemen masyarakat dapat diserap dalam penggodokan produk tersebut.
"Sebelum itu, sekali lagi, kita bicara dengan para pihak yang punya kepentingan, namanya di-RDPU-kan, saya pimpin sendiri. Saya dengerin mereka, apa masukan terakhirnya karena RKUHP ini sudah di-upload sudah dibuka semua, silakan dibaca," kata Pacul kepada wartawan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 14 November.
BACA JUGA:
Menurutnya, RKUHP ini akan segera dibawa ke rapat paripurna untuk diambil keputusan tingkat II. "Kan tingkat 1 udah selesai, masuknya tinggal paripurna. Maka di rapat ini seluruh fraksi sudah kita wanti-wanti bahwa ini nanti diharapkan dapat selesai masuk paripurna," kata Sekretaris Fraksi PDIP itu.
Pacul menegaskan, pada agenda rapat 21 November nanti tidak akan ada perombakan RKUHP terkait usulan-usulan yang baru muncul. Dia menilai salah satu usulan seperti isu pidana rekayasa kasus, tak akan dimasukkan ke RKUHP.
"Nggak, nggak ada perombakan RKUHP. Jadi misalnya ditemukan ini tentang pemidana hukuman bagi para pelaku rekayasa kasus. Kan belum bisa masuk nih, karena baru ditemukan di terakhir. Apakah itu akan dimasukkan ke dalam pasal kesepakatan besok? Dugaan saya nggak," katanya.
Karena itu, tambahnya, usulan tersebut masih belum ada tindak lanjut dari pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Meski begitu, keputusan soal usulan itu akan ditentukan dalam rapat 21 November.
"Karena ini sudah kita berikan masukan kepada pemerintah. Pemerintah masih menggodok belum memberikan jawaban. Kenapa? Ya kan ditanya pemerintah. Tetapi itu pasti akan disahkan dalam rapat dua hari ini. Pasti akan keluar itu. Tetapi kalau itu nanti dibongkar lagi, tempur lagi, panjang lagi. Understand?," pungkasnya