JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) diminta berbenah setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua Hakim Agung sebagai tersangka, yaitu Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh. MA diminta membersihkan internalnya dengan bantuan komisi antirasuah.
"Fenomena ini sungguh sangat memprihatikan. Justru saya mendukung KPK melakukan upaya bersih-bersih di MA," kata Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman kepada wartawan, Senin, 14 November.
Boyamin minta MA kooperatif dan mendukung pembersihan yang dilakukan KPK. Kasus suap penanganan perkara harus ditangani hingga tuntas supaya perbaikan citra bisa terjadi.
Bahkan, MA bisa mencontoh Polri yang kini sedang bersih-bersih. Siapapun yang bandel akan disikat dan Korps Bhayangkara tidak malu mengakui aibnya.
"Mahkamah Agung mestinya mengikuti kepolisian untuk bersih-bersih. Termasuk tidak malu mengungkapkan aibnya," tegasnya.
Lebih lanjut, MAKI berharap pembersihan ini tidak hanya terjadi di permukaan. Pihak yang terlibat dugaan suap penanganan perkara harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di pengadilan tanpa terkecuali.
"Sekarang harus substansi dan menyangkut materiil, menyangkut isi, jangan hanya kulit," tegasnya.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, KPK dikabarkan telah menetapkan tersangka baru di kasus suap penanganan perkara di MA, yaitu Hakim Agung Gazalba Saleh. Selain itu, ada juga seorang staf di lembaga itu yang terjerat.
Adapun penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dugaan suap yang menjerat Hakim Agung Sudrajad Dimyati.
Dia ditetapkan sebagai tersangka bersama 9 orang lainnya yaitu Hakim Yudisial atau panitera pengganti, Elly Tri Pangestu (ETP); dua aparatur sipil negara (ASN) pada Kepeniteraan MA, Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH); serta dua ASN di MA, Nurmanto Akmal (NA), dan Albasri (AB).
Berikutnya, pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) serta Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka (HT), dan Debitur Koperasi Simpan Pinjam Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Pada kasus ini, Sudrajad Dimyati diduga menerima suap untuk memenangkan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Semarang. Pengajuan tersebut berkaitan dengan aktivitas Koperasi Simpan Pinjam Intidana.
Uang suap itu diberikan oleh dua pengacara, yaitu Yosep dan Eko untuk perkara perdata. Keduanya berupaya memenangkan kliennya, KSP Intidana agar dinyatakan pailit.
Untuk mengurus perkara ini, dua pengacara menyerahkan uang sebesar 205 ribu dolar Singapura atau senilai Rp2,2 miliar ke Desy. Selanjutnya, Desy menerima uang sebesar Rp250 juta dari keseluruhan.