JAKARTA - Komplikasi dari diabetes dapat menyebabkan neuropati diabetik, gangguan pada saraf tepi yang ditemui pada penderita diabetes melitus.
Hal ini disampaikan dokter spesialis saraf Rizaldy Taslim Pinzon dari Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSI).
"Banyak penyakit yang menyebabkan neuropati, salah satu yang bisa dicegah adalah diabetes," kata Rizaldy di Jakarta, Antara, Rabu, 9 November.
Dia menjelaskan neuropati umum dijumpai, di mana satu di antara dua atau satu di antara tiga pasien diabetes melitus mengalami neuropati. Kerusakan saraf tepi bisa mengenai sistem saraf sensorik atau perasa, sistem saraf motorik, sistem saraf otonom, atau kombinasi dari ketiga sistem saraf tersebut.
Ketika diabetes bisa dicegah atau dikendalikan sejak dini, gangguan saraf kemungkinan bisa diperbaiki bila belum parah. Namun, hal itu sulit terjadi bila kerusakan serabut saraf lebih dari 50 persen yang disebut sudah mencapai "point of no return".
"Kalau kerusakan sudah lebih dari 50 persen serabut saraf akan sulit (normal)," ujar dia.
Rasa kebas, kesemutan, rasa seperti tertusuk, dan sensasi panas atau terbakar di tangan dan kaki merupakan gejala umum dari neuropati yang dapat memengaruhi kualitas hidup pasien.
Bila gejala itu terjadi terus-menerus dan intensitasnya kian meningkat, segera periksakan diri ke dokter agar bisa ditangani lebih lanjut.
"Neuropati bisa ditangani lebih baik kalo ditemukan dini, lebih baik periksa sekarang," katanya.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengonsumsi vitamin B neurotropik yang telah terbukti efektif menurunkan gejala neuropati diabetik sebesar 66 persen berdasarkan Studi Klinis 2018 NENOIN.
Berdasarkan Studi Klinis 2018 NENOIN, mengonsumsi satu tablet berisi Vitamin B1 (100mg), B6 (100mg) dan B12 (5000mg) selain dapat mengurangi gejala neuropati secara efektif, juga terbukti aman digunakan dalam jangka panjang oleh orang dengan diabetes.
Selain penderita diabetes, neuropati berisiko terjadi mulai dari kelompok lanjut usia, orang yang punya riwayat neuropati di keluarga, hipertensi, perokok, mengonsumsi alkohol, penderita penyakit-penyakit pembuluh darah, penderita kanker, hingga orang yang terpapar bahan kimia.
BACA JUGA:
P&G Health Indonesia meluncurkan aplikasi penilaian risiko neuropati pertama di Indonesia bernama Neurometer dan kampanye "Hidup Bebas Tanpa Kebas dan Kesemutan” yang didukung oleh Kementerian Kesehatan dan Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI).