KPK Sisir Aliran Duit Suap Edhy Prabowo Lewat 2 Orang Saksi
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (foto: Humas KPK)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi dua saksi perihal aliran uang yang terjadi dalam kasus suap ekspor benur atau benih lobster yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. 

Adapun dua saksi yang diperiksa terkait aliran dana tersebut adalah Devi Komalah Sari disebut KPK bekerja mengurus rumah tangga dan Staf mantan Menteri Edhy, Qushairi Rawi. Keduanya diperiksa pada Selasa, 8 Desember kemarin.

"Devi Komalah Sari dikonfirmasi mengenai dugaan aliran uang kepada tersangka EP (Edhy Prabowo) sementara Qushairi Rawi dikonfirmasi soal dugaan aliran sejumlah uang dari tersangka AM (Amiril Mukminin)," kata Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Rabu, 9 Desember.

Lebih lanjut, penyidik KPK juga melakukan pemeriksaan terhadap dua orang lainnya untuk tersangka Edhy. Mereka adalah Sales PT PLI Ellen dan staf khusus mantan Menteri KP Edhy, yaitu Putri Catur.

"Saksi Ellen dikonfirmasi terkait dengan data pemaparan PT ACK kepada para eksportir dan Putri Catur dikonfirmasi mengenai berbagai barang bukti yang dititipkan oleh tersangka APM (Andreau Pribadi Misata) kepada saksi," ujar Ali.

Sementara dalam jadwal tersebut, Ali menyebut ada tiga saksi yang tidak hadir yaitu ajudan Edhy, Dicky Hartawan; serta dua sekretaris pribadinya yaitu Fidya Yusri dan Anggia Putri Tesalonikacloer.

"Ketiganya akan dipanggil kembali," tegasnya.

Dalam kasus ini, selain Edhy, enam orang yang juga telah ditetapkan tersangka, yaitu Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Pribadi Misata (APM), swasta/Sekretaris Pribadi Menteri Kelautan dan Perikanan Amiril Mukminin (AM).

Kemudian, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih (AF), dan Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT).

Dalam perkara ini, komisi antirasuah menetapkan Edhy sebagai tersangka dugaan penerima sual suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.

Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.

Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy dan istrinya yaitu Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.

Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istri-nya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, sepeda roadbike, dan baju Old Navy.

Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.