SUKOHARJO - Sebuah pabrik pencetak uang palsu di Sukoharjo digerebek Polda Jawa Tengah. Lima tersangka dengan barang bukti uang palsu senilai Rp1,26 miliar berhasil diamankan petugas. Pengungkapan kasus ini turut menyita perhatian sejumlah kalangan, bahkan anggota komisi III DPR RI, Eva Yuliana, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah, Rahmat Dwi Saputra menyaksikan gelar perkara tersebut di Mapolres Sukoharjo pada Selasa siang, 1 November.
Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi mengatakan, uang palsu yang ditemukan di dalam pabrik di Sukoharjo sangat mirip dengan aslinya.
“Ini jadi hal yang luar biasa karena disaat isu global terkait dengan inflasi baik secara internasional dan nasional, upal (uang palsu-red) jadi menarik yang dimanfaatkan oknum tertentu sehingga berdampak membanjiri wilayah kita yang berakibat inflasi itu sendiri,” kata Irjen Ahmad Luthfi dalam keterangannya, Selasa, 1 November.
Kapolda juga menerangkan, pengungkapan ini menggunakan metode scientific yang dikombinasikan dengan hasil pengembangan di lapangan. Dengan cara tersebut petugas berhasil mengungkap sejumlah TKP peredaran dan produksi uang palsu di beberapa propinsi yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Lampung.
BACA JUGA:
“Pengungkapan di Jateng sendiri ada 4 TKP (tempat kejadian perkara) dengan (mengamankan) 5 tersangka serta barang bukti senilai 1,26 milyar rupiah. Pengungkapan di Jawa Tengah menjadi penting karena merupakan TKP produksi uang palsu. Jadi omzet percetakannya sangat luar biasa sekali,” jelasnya.
5 tersangka tersebut berinisial SU asal Semarang, R asal Klaten, S asal Banyumas, IM asal Karanganyar (pemilik percetakan), dan IS asal Jakarta.
Kelima pelaku tersebut memiliki peran yang berbeda mulai dari designer, sablon, operator cetak hingga marketing yang mengedarkan.
Atas perbuatannya para pelaku yang diamankan kini dijerat dengan pasal pasal 27 ayat (1) pasal 26 ayat (1) pasal 37 ayat (1) dan atau pasal 36 ayat (1) UU nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dengan ancaman pidana penjara maksimal seumur hidup dan denda maksimal Rp. 100 milyar.