Surya Paloh Sebut Ada Desakan NasDem Keluar Koalisi Pemerintah, Gerindra: Belum Pernah Dengar Isu Itu
Foto via Twitter Partai NasDem

Bagikan:

JAKARTA - Partai Gerindra merespons pernyataan Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, yang menyebut ada pihak yang mendesak partainya untuk keluar dari koalisi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan pihaknya belum mendengar isu yang dilontarkan Surya Paloh itu.

"Kami belum mendengar isu tersebut," ujar Dasco kepada wartawan, Rabu, 19 Oktober.

Menurut Dasco, soal koalisi pemerintah hingga jabatan menteri merupakan keputusan Presiden Jokowi.

"Masalah koalisi itu, terutama kesepakatan di pemerintah, itu adalah prerogatif presiden. Jadi saya pikir, itu tergantung presidenlah itu," kata Wakil Ketua DPR itu.

Sebelumnya, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh buka suara soal adanya pihak yang ingin partainya keluar dari koalisi pemerintahan Presiden Joko Widodo. Desakan mundur itu muncul usai NasDem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden (bacapres) 2024.

"Ada yang menyatakan supaya mendesak kita, meminta kepada Presiden keluarkan NasDem dari koalisi pemerintahan, itu adalah tantangan, itu yang kita hadapi," ujar Surya Paloh dalam sambutan launching program 'NasDem Memanggil' di NasDem Tower, Menteng, Jakarta Pusat, Senin, 17 Oktober.

Namun, Paloh menegaskan sikap NasDem tidak berubah dari komitmen awal meski ada desakan-desakan tersebut. NasDem, kata dia, akan tetap mendukung pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin sampai akhir masa jabatannya di 2024.

"Tapi apakah sifat kita berubah? Apakah komitmen kita berubah? Untuk tetap mendukung administratif pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin sampai pemilu 2024, saya katakan kita tidak pernah berubah saudara-saudara," tegasnya.

Bahkan, Paloh mengungkapkan, NasDem mendukung kebijakan kenaikan BBM sebagai bentuk komitmennya terhadap pemerintahan Jokowi. Menurutnya, kebijakan tersebut sudah tepat.

"Saya mau memberikan ilustrasi kepada saudara, baru berapa puluh hari yang lalu pemerintahan Jokowi-Ma'ruf mengambil kebijakan strategis yang luar biasa. Untuk apa? Untuk mengambil faedah yang lebih berarti bagi kontinuiti pembangunan bangsa ini. Mengurangi subsidi BBM, itu artinya menaikkan harga. Apa yang ada dipikiran NasDem? Tepat kah itu? NasDem menganggap itu kebijakan yang tepat," ungkapnya.

Paloh justru heran dari 7 fraksi parpol koalisi, hanya NasDem yang mendukung kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Dukungan tersebut, kata dia, dialkukan dengan tulus untuk pembangunan bangsa.

"Karena dianggap kebijakan yang tepat, NasDem memberikan dukungan yang setulusnya-setulusnya, sepenuhnya, tapi aneh bin ajaib kalau di sidang dewan sana ada 9, ada 7 fraksi partai koalisi pemerintahan hanya ada 1 fraksi yang menyatakan jalan terus kenaikan BBM ini. Artinya apa? Artinya partai-partai atau fraksi lain menyatakan tidak tepat," lanjutnya.

Paloh menilai, dukungan terhadap kenaikan harga BBM tersebut membuktikan bahwa partainya loyal terhadap pemerintahan. Tapi, kata dia, biar masyarakat yang menilai terkait loyalitas tersebut.

"Saya sambil bercanda bilang sama Pak Jokowi, Bapak Presiden kita punya tujuh fraksi koalisi pemerintahan ini ini kebijakan kenaikan BBM, enam fraksi tidak sepakat hanya satu fraksi yang sepakat, ini kalau tidak fraksi yang paling tolol atau paling loyalis tidak mungkin begini. Jadi terjemahkan saja NasDem ini apakah partai tolol atau paling loyalis pada Jokowi, silakan terjemahkan," kata Paloh.