Duga Swastanisasi Air Terselubung, LBH Minta DKI Hentikan Kerja Sama PAM Jaya dengan PT Moya
DOK/PAM Jaya dan PT Moya Indonesia menjalin kerja sama yang disaksikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan

Bagikan:

JAKARTA - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyayangkan kerja sama yang baru dijalin antara BUMD PAM Jaya dengan PT Moya Indonesia terkait penyelenggaraan sistem penyediaan air minum melalui optimalisasi aset eksisting dan penyediaan aset baru dengan skema pembiayaan bundling.

Direkur LBH Jakarta, Arif maulana menuturkan, kebijakan yang dilakukan Anies Baswedan saat masih menjabat Gubernur DKI Jakarta tersebut telah melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 85/PUU-XI/2013 tentang Pengujian Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air.

Padahal, sebelumnya Anies telah menegaskan pemerintah menghentikan kerja sama pengelolaan air bersih atau swastanisasi air dengan pihak swasta, yakni PT Palyja dan Aetra. Kerja sama ini pun akan berakhir pada Januari 2023. Namun, Anies kembali menjalin kerja sama dengan swsata.

"Ironis, Anies Baswedan di ujung masa jabatannya melakukan langkah memalukan dengan menjilat ludah sendiri, ingkar janji. Ia menyatakan bahwa akan menghentikan swastanisasi air di Jakarta. Namun ia justru melanjutkan praktik swastanisasi air terselubung," kata Arif dalam keterangannya, Selasa, 18 Oktober.

Arif menilai Pemprov DKI Jakarta dan PDAM tidak belajar dari kesalahan swastanisasi air Jakarta yang mengakibatkan negara justru kehilangan hak penguasaan negara atas sumber daya air untuk kemakmuran rakyat, kehilangan kontrol atas pengelolaan air untuk kemakmuran rakyat.

"Padahal, pasca selesainya konsesi dengan Palyja dan Aetra, PAM Jaya dapat secara mandiri menjalankan mandat konstitusi untuk pengelolaan air termasuk produksi air secara mandiri," urai Arif.

Karenanya, Arif mendesak Pemprov DKI, dalam hal ini Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono untuk membatalkan kerja sama pengelolaan air minum dengan PT Moya Indonesia, serta meminta DPRD untuk menangani kasus tersebut.

"LBH Jakarta mendesak pemeirntah pusat, Pemprov DKI Jakarta, Gubernur DKI Jakarta, dan PDAM membatalkan MoU pengelolaan sistem pengelolaan sistem air minum dengan PT Moya Indonesia yang merupakan praktik swastanisasi dan komersialisasi air

terselubung dengan membatalkan segera Pergub DKI 7/2022. Meminta kepada DPRD DKI Jakarta untuk tidak hanya diam melihat praktik inkonstitusional swastanisasi Jakarta," tegasnya.

Sebelumnya, Direktur Utama PAM Jaya Arief Nasrudin menegaskan kerja sama saat ini sangat berbeda dengan kerja sama yang dilakukan dengan dua mitra sebelumnya, yakni Palyja dan Aetra sejak 1998 sampai akhir tahun ini.

Dalam perjanjian sebelumnya, mitra melakukan pengelolaan dari hulu ke hilir. Sementara, kerja sama kali ini hanya dilakukan pada bagian produksi.

"Untuk distribusi dan pelayanan pelanggan sepenuhnya dilakukan oleh PAM Jaya. Kerja sama ini umum dilakukan oleh perusahaan air minum di Indonesia. Dengan penambahan pasokan air dan pelayanan yang dilakukan oleh PAM JAYA, diharapkan dapat meningkatkan pelayanan warga Jakarta," kata Arief di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat, 14 Oktober.

Arief mengatakan, dalam perjanjian kerja sama ini, PAM Jaya punya hak untuk menghentikan kerja sama dengan mitranya. Kemudian, proses pemilihan mitra kerja sama juga dilakukan secara ketat.

"Jadi, kerja sama yang kita lakukan berdasarkan pada Tata Kelola Perusahaan yang baik, dengan prinsip kehati-hatian. Bahkan, PAM JAYA menggandeng BPKP dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk pendampingan proses pemilihan mitra kerja sama," ujar dia.