Kemenkes Alokasikan Rp30 Triliun untuk Alat non-Bedah Katastropik
Menkes Budi Gunadi Sadikin saat menghadiri peresmian PT Etana Biotechnologies Indonesia di Jakarta, Jumat (7/10/2022). (ANTARA/HO-Kemenkes).

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengalokasikan anggaran Rp30 triliun untuk pengadaan alat intervensi non-bedah bagi pasien penderita penyakit katastropik di seluruh kota/kabupaten di Indonesia.

"Kami sedang berproses untuk memenuhi alat. Saya sudah alokasikan untuk kanker, stroke, jantung, dan ginjal sekitar Rp30 triliun sampai tahun 2027," kata Menkes Budi Gunadi Sadikin di Karawaci, Tangerang, Provinsi Banten, Antara, Selasa, 11 Oktober. 

Ia menjelaskan alokasi dana tersebut mencukupi untuk pengadaan alat intervensi non-bedah di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan provinsi dan 514 Kabupaten/kota di Indonesia. Menkes mengatakan saat ini jumlah fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan spesialis bedah belum memadai.

Dari 34 provinsi, kata dia, baru 20 provinsi yang bisa melakukan tindakan menggunakan metode cathlab, sementara 14 provinsi lainnya masih belum mampu menyediakan pelayanan penyakit katastropik seperti stroke, ginjal, dan gangguan jantung.

Ia mengatakan penyakit stroke menjadi penyakit penyebab kematian tertinggi kedua di dunia pada 2015 dan penyebab kematian tertinggi di Indonesia pada 2014.

Prevalensi stroke di Indonesia tahun 2018 berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur di atas 15 tahun sebesar 10,9 persen, atau diperkirakan sebanyak 2.120.362 orang.

Penyediaan alat medis untuk menangani penyakit katastropik di Indonesia merupakan salah satu strategi yang disusun pemerintah untuk menurunkan prevalensi kasus.

Upaya lainnya dilakukan dengan memperkuat upaya promotif dan preventif kesehatan masyarakat, seperti mengampanyekan konsumsi makanan bergizi seimbang, menjaga kadar gula dalam darah, rutin melakukan aktivitas fisik dan yang tak kalah penting adalah rutin cek kesehatan setidaknya enam bulan sekali.

“Kalau belum melakukan pemeriksaan, segera lakukan. Mulai tahun depan deteksi dini akan ditanggung BPJS Kesehatan. Mencegah lebih mudah dan murah daripada mengobati,” demikian Budi Gunadi Sadikin.