Bagikan:

JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) rampung memeriksa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Susi Pudjiastuti sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi impor garam industri. Pemeriksaan itu disebut untuk melengkapi alat bukti.

"Kita memanggil ibu Susi Pudjiastuti selaku mantan Menteri KKP. Untuk melengkapi alat bukti," ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kuntadi kepada wartawan, Jumat, 7 Oktober.

Pemeriksaan terhadap Susi Pudjiastuti bertujuan mendapat keterangan mengenai tata cara termasuk regulasi mekanisme impor garam. Dari keterangan itu, nantinya penyidik Kejagung memperkuat alat bukti dan petunjuk lainnya yang sudah dikumpulkan.

"Untuk menambah alat bukti dalam rangka penyidikan dan untuk mengetahui latar belakang regulasi dan mekanisme dalam menentukan kuota impor garam," kata Kuntadi.

Sementara itu, Susi justru merasa heran pemeriksaan yang dijalaninya itu seolah menjadi hal yang menggemparkan. Padahal, menurutnya itu hanyalah hal yang biasa.

Kehadirannya itupun disebut untuk membantu aparat penegak hukum memberantas kasus korupsi.

Sehingga, sebagai warga negara yang baik, dia memenuhi panggilan pemeriksaan tersebut.

Terlebih, lanjut Susi, dirinya sedikit banyak mengerti mengenai mekanisme produksi garam hingga tata niaga regulasi.

"Tentu saya ingin berpartisipasi dalam ikut serta menjernihkan atau memberikan pendapat dan pandangan dan apa yang saya pernah ketahui sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan," kata Susi.

Kejagung sudah meningkatkan status penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam impor garam tahun 2016-2022 dari penyelidikan menjadi penyidikan pada Senin (27/6).

Perkara dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam penentuan kuota, pemberian persetujuan, pelaksanaan, dan pengawasan impor garam itu telah menimbulkan kerugian ekonomi negara.

Di 2018, Kemendag menerbitkan persetujuan impor garam industri pada PT MTS, PT SM, dan PT UI tanpa melakukan verifikasi sehingga menyebabkan kelebihan impor garam industri.

Perkara tersebut berpengaruh pada usaha PT Garam (Persero) milik BUMN yang tidak sanggup bersaing dengan harga murah yang ditimbulkan oleh kasus kelebihan impor ini.

Berdasarkan keterangan yang diterima, pada 2018 terdapat 21 perusahaan importir garam mendapat kuota persetujuan impor garam industri dengan nilai sebesar Rp2,05 triliun tanpa memperhitungkan stok garam lokal dan stok garam industri yang tersedia.

Para importir itu kemudian mengalihkan secara melawan hukum peruntukan garam industri menjadi garam konsumsi dengan perbandingan harga yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan kerugian bagi petani garam lokal dan kerugian perekonomian negara.

Pasal yang disangkakan dalam perkara ini yaitu dengan primer Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.