JAKARTA - Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengungkapkan sejumlah risiko menghantui pekerja migran Indonesia (PMI) jika memilih ditempatkan secara ilegal.
"Risiko yang dialami pasti kekerasan fisik, kekerasan seksual, gaji yang tidak dibayar karena tidak pernah diikat perjanjian kerja," kata Kepala BP2MI Benny di Kantor BP2MI, Jakarta, dikutip dari Antara, Rabu 5 Oktober.
PMI ilegal juga rawan menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO), mengalami eksploitasi waktu kerja, dan pemutusan hubungan kerja sepihak akibat tidak adanya penandatangan perjanjian kerja yang memiliki kekuatan hukum.
Selain itu, PMI ilegal juga banyak yang tidak bisa pulang kampung kembali ke Indonesia lantaran dokumen ditahan majikan hingga pihak penyalur agar pekerja tidak dapat melarikan diri.
BACA JUGA:
Berdasarkan data dari 2020-13 September 2022, BP2MI telah menangani 79.153 tenaga kerja Indonesia (TKI) terkendala, 3.306 orang dipulangkan karena sakit dan pemulangan 1.421 jenazah pekerja asal Indonesia.
Menurut data itu, sekitar 90 persen adalah korban penempatan PMI tidak sesuai prosedur dan 80 persen korban adalah perempuan.
Hal itu bertolak belakang dengan PMI yang diberangkatkan secara resmi, kata Benny. Para pekerja itu mendapatkan jaminan perlindungan negara dan kemudahan fasilitas pembiayaan.
"Di sisi lain penempatan yang secara resmi adalah penempatan yang pasti, kami yakinkan, akan mendapatkan perlakukan hormat negara," ujar Benny.