JAKARTA - Sebanyak 29 organisasi pengendalian senjata dan hak asasi manusia (HAM) menandatangani surat yang menentang penjualan senjata dari Amerika Serikat (AS) ke Uni Emirat Arab (UAE). Transaksi itu senilai 23 miliar dolar, terdiri dari rudal, jet tempur F-35, dan drone.
"Harapannya untuk menghentikan penjualan-penjualan ini secara bersamaan," kata Seth Binder, anggota tim advokasi di Project on Middle East Democracy, yang memimpin upaya penentangan ini, Senin, 30 November.
"Namun jika hal itu tidak mungkin (terwujud) dalam jangka pendek, maka (surat) ini memberi sinyal yang penting kepada pemerintahan Biden nanti bahwa terdapat beragam organisasi yang menentang pengiriman senjata tersebut," kata Binder, merujuk presiden terpilih AS, Joe Biden yang akan dilantik 20 Januari 2021 mendatang.
Puluhan organisasi itu juga meminta Kongres AS untuk membatalkan perjanjian penjualan itu. "Rencana penjualan senjata ke UAE, pihak yang berkonflik dengan Yaman dan Libya, akan terus menyulut bahaya bagi masyarakat sipil dan mempertajam lagi krisis kemanusiaan," dikutip dari surat mereka, yang dikirim kepada legislator dan Departemen Luar Negeri.
Para penandatangan surat ini antara lain sejumlah organisasi hak asasi manusia dari kawasan Timur Tengah, termasuk Cairo Institute for Human Rights Studies (CIHRS) dan Mwatana for Human Rights.
BACA JUGA:
Tiga orang senator AS mengajukan peraturan untuk menghentikan penjualan senjata yang berasal dari perusahaan General Atomics, Lockheed Martin, dan Raytheon tersebut. Hal itu sekaligus jadi konfrontasi terbaru terhadap Presiden Donald Trump di sisa masa pemerintahannya.
Hukum tentang penjualan senjata AS memperbolehkan senator untuk memberikan suara atas resolusi ketidaksetujuan. Namun, resolusi itu dapat berlaku hanya dengan persetujuan dari Senat yang dipimpin Partai Republik, yang jarang menentang keputusan Trump.
Pengajuan resolusi juga harus melalui Dewan Legislatif yang dipimpin Partai Demokrat. "Sejalan dengan kepentingan dan nilai-nilai AS, militer UAE yang sangat kapabel merupakan penghalang yang kuat atas agresi serta respons yang efektif terhadap ekstremisme dengan kekerasan," kata Kedutaan UAE di Washington kepada Reuters dalam sebuah pernyataan.