Perubahan Lanskap Diduga Kuat Jadi Penyebab Utama Longsor di Kalsel
Ilustrasi longsor. (Antara)

Bagikan:

KALSEL - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan bencana longsor di Kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan (Kalsel), banyak diakibatkan perubahan lanskap atau bentang alam.

Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, menyebutkan dugaan sementara kejadian longsor dipicu intensitas hujan yang cukup tinggi dan kondisi tanah yang labil.

Akibatnya, kata Abdul, galian tambang emas di sekitar lokasi kejadian ambruk. Meski demikian, Abdul mengatakan intensitas hujan tinggi belum tentu menjadi faktor utama pemicu longsor.

Dia menjelaskan, menurut analisis cuaca data satelit perawanan pada tanggal 25-26 September, justru wilayah Kalsel tidak terjadi hujan, atau sangat rendah curah hujannya.

Sedangkan melalui data citra satelit, Abdul mengatakan lokasi penambangan emas di sekitar Sungai Durian yang dimulai tahun 2005 menunjukkan perubahan tata guna lahan. Semakin tahun, area penambangan semakin meluas dan menggerus lahan hijau.

Sementara itu, di mana setiap daerah penambangan terdapat terowongan, Abdul mengatakan harus dapat dipastikan apakah konstruksi di lokasi tersebut memenuhi standar keamanan dan keselamatan.

"Jadi ini lebih banyak diakibatkan oleh faktor perubahan lanskap atau perubahan bentang alam. Tadi ini kita lihat baik ini daerah pertambangan itu penduduknya langsung ada buruh bertempat tinggal di situ, dan ini seperti kita mengoyak-oyak alamnya dan tentu saja ketika kaidah-kaidah konservasi ini tidak kita perhatikan, suatu saat suatu saat itu pasti akan menimbulkan bencana," kata Abdul dalam 'Disaster Briefing', dikutip dari Antara, Selasa 4 Oktober.

Abdul menuturkan, jika ditinjau dari tingkat rawan bencana, Kabupaten Kota Baru merupakan wilayah dengan risiko sedang hingga tinggi kejadian longsor, dikarenakan wilayah lereng dan curam.

Abdul mengatakan kerentanan longsor yang terjadi di wilayah penambangan emas itu tampak pascabencana, di mana akar-akar pohon tidak cukup banyak untuk menahan tanah, sehingga menyebabkan bencana.