Rektor Untirta Dicecar KPK Terkait Penerimaan Maba di Unila
Para tersangka dugaan suap penerimaan mahasiswa baru di Universitas Lampung (Unila) saat konferensi pers OTT KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu 21 Agustus. (ANTARA-Sigid K)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Fatah Sulaiman. Dia dimintai keterangan sebagai saksi dugaan suap penerimaan mahasiswa baru yang menjerat Rektor Universitas Lampung (Unila) nonaktif Karomani.

"Tim Penyidik telah selesai memeriksa saksi-saksi bertempat di Polresta Lampung," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin, 3 Oktober.

Ali mengatakan Fatah diperiksa pada Jumat, 30 September. Dari pemeriksaan itu, penyidik menelisik posisinya sebagai Ketua Seleksi Mandiri Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMMPTN) Wilayah Barat.

"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain berkaitan dengan posisi saksi sebagai Ketua Seleksi Mandiri Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMMPTN) Wilayah Barat dan koordinasi yang pernah dilakukan dengan tersangka KRM untuk persiapan proses seleksi Maba Unila," ujarnya.

Tak dirinci koordinasi apa yang dilakukan oleh Fatah dan Karomani. Tapi, KPK meyakini keterangan Fatah sebagai saksi dibutuhkan.

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan empat tersangka dugaan suap penerimaan mahasiswa baru pada Universitas Lampung tahun 2022. Penetapan tersangka ini berawal dari operasi tangkap tangan yang dilakukan di Lampung, Bandung, dan Bali.

Para tersangka yang terjerat kasus ini adalah Rektor Universitas Lampung 2020-2024 Karomani; Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Lampung Heryandi; Ketua Senat Universitas Lampung Muhammad Basri; dan swasta Andi Desfiandi.

Dalam kasus ini, Karomani diduga mematok harga bagi calon mahasiswa baru di kampusnya dengan kisaran Rp100 juta hingga Rp350 juta saat melaksanakan Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila). Permintaan ini disampaikan setelah Heryandi dan Muhammad Basri menyeleksi secara personal kesanggupan orang tua mahasiswa untuk membayar.

Dari perbuatannya itu, Karomani diduga berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp603 juta dari dosen bernama Mualimin. Selanjutnya, dia menggunakan uang yang diterimanya untuk keperluan pribadi sebesar Rp575 juta.

Sementara dari Muhammad Basri dan Budi Sutomo yang merupakan Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Universitas Lampung, diduga total uang yang diterima Karomani mencapai Rp4,4 miliar. Uang ini kemudian dialihkan menjadi tabungan deposito, emas batangan, dan masih ada yang dalam bentuk tunai.