Rektor Unila Karomani Diduga Batasi Kuota Penerimaan Maba Secara Sepihak
DOK VOI

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Rektor Universitas Lampung (Unila) nonaktif Karomani membatasi kuota penerimaan mahasiswa baru. Pembatasan dilakukan secara sepihak.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan dugaan itu didalami dari enam saksi. Mereka adalah Kepala Biro Akademik Unila Fatah Sulaiman; Wakil Ketua Peneriamaan Mahasiswa Baru Unila Nandi Haerudin; dan Wakil Dekan Bagian Umum dan Keuangan FISIP Unila Arif Sugiono.

Diperiksa juga Sekretaris Penerimaan Mahasiswa Baru Unila Hery Dian Septama; Koordinator Sekretariatan Peneriamaan Mahasiswa Baru Unila Karyono; dan pegawai honorer Unila Destian.

"Para saksi didalami pengetahuannya antara lain terkait dugaan adanya penyusunan aturan sepihak dari tersangka KRM berupa batasan kuota mahasiswa baru yang bisa diluluskan yang hanya wajib melalui persetujuan tersangka dan tanpa mengikutsertakan Tim Panitia Seleksi Maba," kata Ali kepada wartawan, Senin, 3 Oktober.

Ali tak merinci jumlah kuota mahasiswa baru yang dibatasi sepihak oleh Karomani. Tapi, keterangan keenam saksi diharap membuat terang dugaan suap penerimaan mahasiswa baru di Unila.

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan empat tersangka dugaan suap penerimaan mahasiswa baru pada Universitas Lampung tahun 2022. Penetapan tersangka ini berawal dari operasi tangkap tangan yang dilakukan di Lampung, Bandung, dan Bali.

Para tersangka yang terjerat kasus ini adalah Rektor Universitas Lampung 2020-2024 Karomani; Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Lampung Heryandi; Ketua Senat Universitas Lampung Muhammad Basri; dan swasta Andi Desfiandi.

Dalam kasus ini, Karomani diduga mematok harga bagi calon mahasiswa baru di kampusnya dengan kisaran Rp100 juta hingga Rp350 juta saat melaksanakan Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila). Permintaan ini disampaikan setelah Heryandi dan Muhammad Basri menyeleksi secara personal kesanggupan orang tua mahasiswa untuk membayar.

Dari perbuatannya itu, Karomani diduga berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp603 juta dari dosen bernama Mualimin. Selanjutnya, dia menggunakan uang yang diterimanya untuk keperluan pribadi sebesar Rp575 juta.

Sementara dari Muhammad Basri dan Budi Sutomo yang merupakan Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Universitas Lampung, diduga total uang yang diterima Karomani mencapai Rp4,4 miliar. Uang ini kemudian dialihkan menjadi tabungan deposito, emas batangan, dan masih ada yang dalam bentuk tunai.