Bagikan:

JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) meningkatkan sosialisasi secara sistematis mencegah perundungan di sekolah.

"Kami memberikan masukan kepada Kemendikbudristek bagaimana upaya itu bisa sistematis dalam mengatasi perundungan," kata Komisioner KPAI Ai Maryati Solihah saat dihubungi di Jakarta, Selasa 27 September.

Maryati menambahkan, sosialisasi sebaiknya tidak hanya soal perundungan, namun juga pengajaran tentang seksualitas yang sebenarnya dibutuhkan setiap anak.

Menurut dia, anak seringkali dijadikan sindikat prostitusi yang bisa diserang secara ekonomi yang kedoknya mulai dari magang hingga bekerja lebih dari jam kerja pada semestinya.

Adapun salah satu pedoman KPAI dalam pencegahan kekerasan pada anak mengacu pada Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

"Dulu di sekolah tidak semuanya berbasis Information and Community Technology (ICT) mulai dari pencegahan, penanganan hingga pelaporan bagaimana eksploitasi berbasis online," katanya.

Maryati menuturkan, ICT atau teknologi, komunikasi dan informasi sangat berperan dalam mengatasi kekerasan pada anak lantaran laporannya terekam dalam teknologi tersebut.

Pemanfaatan ICT dalam pendidikan diantaranya untuk memudahkan akses pendidikan, meningkatkan efisiensi, serta kualitas pembelajaran dan pengajaran.

Pihaknya telah memberikan masukan dan arahan kepada Kemendikbudristek untuk membenahi ICT yang ada di tiap sekolah.

"Nah itu kami sudah mulai memberi masukan dan itu sedang direvisi mudah-mudahan sudah ditindak lanjuti ya," tuturnya.

Berdasarkan tabulasi data pengaduan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2011 hingga 2021, pada 2020 data pengaduan sebanyak 6.519 kasus dan di 2021 ada 5.953 kasus.

Maryati menyebutkan angka kekerasan anak di Indonesia mengalami penurunan namun tidak signifikan sehingga harus diimbangi dengan pengaduan masyarakat yang masif.

"Adapun angka yang dianggap mengalami fluktuasi ini nantinya harus diimbangi dengan tingkat pelaporan masyarakat setidaknya ke Dinas PPAPP DKI Jakarta dan Suku Dinas PPAPP wilayah setempat jika menemukan kekerasan anak," katanya.