Bagikan:

JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu, 25 November dan ditahan di rumah tahanan (rutan) bersama tersangka lainnya. Dia diduga menerima suap terkait izin ekspor benur atau benih lobster dari pihak swasta.

Atas kasus ini, Jokowi mengatakan, pemerintah mendukung upaya pencegahan korupsi di Tanah Air. Dia juga menghormati proses hukum yang sedang ditangani KPK. Jokowi percaya, KPK bekerja transparan, terbuka, dan profesional. 

Edhy bukanlah menteri pertama di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang terjerat oleh kasus korupsi. Pada periode pertama (2014-2019) kepemimpinan Jokowi, ada dua menteri di Kabinet Kerja yang ditangkap oleh KPK. 

Berikut deretan menteri era Presiden Jokowi di periode pertama dan kedua yang ditangkap KPK:

Menteri Sosial Idrus Marham

Menteri yang berasal dari Partai Golkar ini tengah menjalani masa hukuman selama tiga tahun penjara sejak 2019 lalu. Dia dinyatakan bersalah karena diduga menerima uang suap bersama Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih yang merupakan anggota Fraksi Partai Golkar senilai Rp2,25 miliar dari salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd, Johannes Budisutrisno Kotjo.

Adapun suap ini diberikan agar keduanya membantu Johannes mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau-1. 

Sementara penetapan Idrus sebagai tersangka bukan didahului operasi tangkap tangan (OTT). Dia ditetapkan sebagai tersangka setelah komisi antirasuah mengembangkan operasi senyap yang sebelumnya menjerat Eni Maulani terlebih dahulu. 

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, mantan Sekjen Partai Golkar ini mengundurkan diri dari jabatannya. Saat itu, dia menyampaikan langsung pengunduran dirinya kepada Presiden Jokowi di Istana Negara setelah KPK menetapkan dirinya sebagai tersangka dan dirinya belum ditahan.

"Sebagai bentuk pertanggungjawaban moral saya, maka saya mengajukan permohonan pengunduran diri sebagai Menteri Sosial kepada Bapak Presiden dengan beberapa pertimbangan," katanya usai melakukan pertemuan dengan Jokowi kala itu.

Pertimbangan pertama, dia mengundurkan diri guna menjaga kehormatana Presiden Jokowi yang selama ini dianggapnya sebagai pemimpin yang memiliki komitmen tinggi terhadap pemberantasan korupsi.

Idrus Mahram (commons.wikimedia.org)

Kedua, Idrus tidak mau menjadi beban bagi presiden dan mengganggu konsentrasi serta jalannya pemerintahan. "Jadi kalau misalnya ssaya jadi tersangka dan masih ini itu, kan, tidak etis dan secara moral tidak bisa diterima," ungkapnya.

"Sekaligus, saya ingin berkonsentrasi dalam mengikuti proses hukum yang ada," imbuh dia.

Setelah pengunduran dirinya diterima oleh Presiden Jokowi, Idrus digantikan oleh Agus Gumiwang yang juga berasal dari Partai Golkar.

Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi

Pada tahun yang sama, KPK juga menahan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi. Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). 

Persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Juni, dia divonis bersalah telah menerima suap terkait pengurusan proposal dana hibah KONI dan gratifikasi dari sejumlah pihak dan dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider tiga bulan.

Imam juga mendapatkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama empat tahun setelah dirinya dibebaskan. Dia juga diharuskan mengganti kerugian negara sebesar Rp18.154.230.882.

Imam Nahrawi (commons.wikimedia.org)

Imam dinyatakan terbukti menerima suap sebesar Rp11,5 miliar bersama asisten pribadinya, Miftahul Ulum dari mantan Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan mantan Bendahara KONI Johnny E Awuy. Suap ini dimaksudkan agar keduanya mempercepat proses persetujuan dan pencairan dana hibah yang diajukan komite olahraga ini kepada Kemenpora untuk tahun kegiatan 2018.

Selain itu, persidangan itu membuktikan jika Imam menerima gratifikasi senilai Rp8.348.435.682 dari sejumlah pihak.

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Edhy Prabowo, yang juga orang dekat Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, ditangkap KPK setibanya dia di Tanah Air setelah lawatannya ke Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat. Dia ditetapkan sebagai tersangka penerima suap ekspor benur atau benih lobster bersama sejumlah orang lainnya.

Mereka yang turut ditetapkan sebagai penerima suap adalah staf khusus Menteri KP Edhy Prabowo, Safri (SAF) dan Andreau Pribadi Misanta (APM); Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) Siswadi (SWD); Staf istri Menteri KKP Ainul Faqih, dan Amiril Mukminin (AM). Sementara pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito (SJT).

Dalam kasus ini, Edhy diduga menerima uang suap sebesar Rp3,4 miliar yang kemudian sebanyak Rp750 juta digunakan untuk membeli barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat. Adapun barang yang dibelinya berupa tas, baju, hingga jam tangan mewah bermerk Rolex. Selain itu, dia juga diduga membeli sepeda dari hasil suap ini.

Saat ini, dia telah mengajukan surat pengunduran diri dan telah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurut Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Antam Novambar mengatakan, surat ini ditandatangani oleh Edhy pada Kamis, 27 November lalu atau sehari setelah dirinya ditahan di Rutan KPK.

"Surat pengunduran diri sudah ditandatangani Pak Edhy kemarin. Surat itu ditujukan ke Bapak Presiden," kata Antam dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Jumat, 27 November.

Setelah surat dikirim, pihaknya tinggal menunggu keputusan resmi dari Presiden Jokowi. Karena, hanya presiden yang berhak mengabulkan pemberhentian tersebut. Sambil menunggu keputusan ini, KKP kini dipimpin oleh Menko Maritim dan Investasi yang menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan Ad Interim.

Edhy Prabowo (Irfan Meidianto/VOI)

Lebih lanjut, Antam mengatakan, situasi saat ini tidak akan berdampak pada pelayanan KKP. Karena, semua aktivitas tetap berjalan seperti biasa.

Kembali ke Edhy, sebelum dirinya ditahan di dalam rutan, dia sempat meminta maaf kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang juga menjabat sebagai Menteri Pertahanan di Kabinet Indonesia Maju. Dalam pernyataannya itu, dia mengaku siap bertanggungjawab dalam kasus dugaan korupsi benih lobster atau benur yang menjeratnya.

"Pertama saya minta maaf kepada bapak presiden saya telah mengkhianati kepercayaan beliau. Minta maaf ke Prabowo Subianto yang sudah mengajarkan banyak hal,” kata Edhy usai konferensi pers penetapan dirinya sebagai tersangka di kantor KPK, Jakarta, Kamis, 26 November dini hari.

Selain itu, dirinya juga menyatakan pengunduran dirinya dari partainya. "Saya juga mohon maaf kepada seluruh keluarga besar partai saya. Saya dengan ini akan mengundurkan diri sebagai wakil ketua umum juga nanti saya akan mohon diri untuk tidak lagi menjabat sebagai menteri dan saya yakin prosesnya sedang berjalan. Saya bertanggungjawab penuh dan saya akan hadapi dengan jiwa besar," ungkapnya.

Tak cukup sampai di situ, dia juga menyampaikan permohonan maafnya kepada ibunya dan mengatakan dirinya akan tetap kuat menjalani dan bertanggungjawab terhadap perbuatannya. 

Terakhir, Edhy yang jadi menteri pertama di Kabinet Indonesia Maju yang terjaring operasi senyap KPK ini juga menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat. "Saya juga mohon maaf kepada seluruh masyarakat seolah-olah saya pencitraan di depan umum, itu tidak. Itu semangat. Ini adalah kecelakaan yang terjadi dan saya bertanggung jawab atas ini semua, saya tidak lari dan saya akan beberkan apa yang menjadi yang saya lakukan," pungkasnya.