Hakim Agung Jadi Tersangka Suap, Ulama NU: Mahkamah Agung Jadi Mahkamah Ancur
Hakim Agung MA Sudrajad Dimyati ditahan KPK. Sudrajad ditetapkan sebagai tersangka suap pengurusan perkara di MA/FOTO: Wardhany Tsa Tsia-VOI

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Khatib Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jakarta, Muzakki Cholis menyatakan kekecewaannya terhadap kasus suap yang menjerat Hakim Agung nonaktif Sudrajat Dimyati.

Dari kasus ini, Muzaki menyebut kedibilitas Mahkamah Agung bisa runtuh. Lembaga pengadilan tinggi negara ini dikhawatirkan tak lagi dipercaya masyarakat lantaran ada oknum yang berperilaku koruptif tersebut.

"Mahkamah Agung benar-benar jadi Mahkamah Ancur, saya berharap ketua Mahkamah Agung ikut diganti, tak becus mengawasi anak buah dan juga pesan saya untuk panitia penyeleksi hakim jangan memilih orang-orang yang bermental miskin," kata Muzakki kepada wartawan, Sabtu, 24 September.

Ulama NU ini menyatakan, penangkapan Sudrajat dan para penegak hukum pada kasus lainnya, seperti yang melibatkan Ferdy Sambo hingga Pinangki, menunjukkan bahwa mafia dan kartel oligarki sudah kuat memegang dunia peradilan di Indonesia, sehingga mereka bisa bebas bertindak.

"Ini membuktikan bahwa mafia dan kartel oligarki semakin kuat. Jika mafia semakin kuat maka aksi rasuah atau korupsi semakin kencang," cecar Muzakki.

Lebih lanjut, Muzakki berpendapat bahwa sebaik dan sesempurna apapun sistem dan hukum yang dirancang, hal itu akan menjadi sia-sia jika mental para penegak hukum bisa dijebol uang para mafia.

"Sebaik apapun sistem hukum di Indonesia tetapi ketika mental para pengusaha dan penegak hukum rusak maka hukum akan rusak," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK menahan Hakim Agung MA Sudrajad Dimyati. Dia ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan KPK pada Kavling C1.

Dalam kasus ini, Sudrajad ditetapkan sebagai tersangka bersama sembilan orang lainnya. Mereka adalah Hakim Yudisial MA, Elly Tri Pangestu (ETP); PNS MA, Desy Yustria (DY); PNS MA, Muhajir Habibie (MH); PNS MA, Nukmanul Ahmad; PNS MA, Albasri (AB); pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES); serta pihak swasta Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).

Dia diduga menerima suap untuk memenangkan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Semarang. Pengajuan tersebut berkaitan dengan aktivitas Koperasi Simpan Pinjam Intidana.

Uang suap itu diberikan oleh dua pengacara, yaitu Yosep dan Eko untuk perkara perdata. Keduanya berupaya memenangkan kliennya, KSP Intidana agar dinyatakan pailit.

Untuk mengurus perkara ini, dua pengacara menyerahkan uang sebesar 205 ribu dolar Singapura atau senilai Rp2,2 miliar ke Desy. Selanjutnya, Desy menerima uang sebesar Rp250 juta dari keseluruhan.

Berikutnya, Muhajir menerima Rp850 juta dan Elly menerima Rp100 juta. Terakhir, Sudrajad menerima uang sebesar Rp800 juta yang diterima dari pihak yang mewakilinya.