JAKARTA - Ketua Bappilu Partai Demokrat Andi Arief membuat pernyataan mengejutkan di akun media sosial Twitter miliknya. Dia mengatakan, ada utusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang pernah datang ke Partai Demokrat untuk merundingkan jabatan wakil gubernur Provinsi Papua.
Pernyataan ini dibantah pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Tidak benar bahwa ada utusan Presiden Jokowi yang pernah datang ke Partai Demokrat untuk merundingkan jabatan wakil gubernur Provinsi Papua,” kata Staf Khusus Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Bidang Politik dan Media, Kastorius Sinaga dalam keterangan yang diterima di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Sabtu, 24 September.
Kastorius memandang Andi Arief merangkai pernyataannya secara insinuatif dengan mengatakan ada hubungan peristiwa tersebut dengan langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menetapkan Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai tersangka.
“Artinya, seolah-olah penetapan tersangka Lukas Enembe merupakan rekayasa politik yang berhubungan dengan persoalan pengisian jabatan wakil gubernur Provinsi Papua," ujarnya pula.
“Kemendagri sudah berkomunikasi dengan Saudara Andi Arief untuk mengklarifikasi hal tersebut, dan secara jelas, Saudara Andi Arief telah meralat pernyataannya dengan mengatakan bahwa yang datang ke Partai Demokrat adalah oknum partai tertentu, dan bukan utusan resmi Presiden Jokowi,” ujar Kastorius melanjutkan.
BACA JUGA:
Pernyataan yang ditulis Andi Arief melalui akun @Andiarief tersebut pun kini berbunyi, "permintaan posisi Wagub yg kosong dan disertai ancaman hukum saat itu memang atasnamakan Presiden dilakukan oknum2 partai tertentu".
Kastorius menjelaskan peristiwa pertemuan dengan Demokrat untuk pengisian wagub Papua, seperti dikutip Andi Arief tersebut, terjadi pada tahun 2021, pasca-meninggalnya Wakil Gubernur Papua Klemen Tinal pada bulan Mei 2021.
Sementara itu, tanggal penetapan Lukas Enembe sebagai tersangka oleh KPK terjadi pada 5 September 2022.
“Artinya, tenggat waktu kejadian antara kedua peristiwa di atas sangat panjang, hampir satu tahun. Karenanya, tidak logis dan cenderung bersifat insinuatif bila membangun hubungan sebab akibat (kausal) antara penetapan tersangka Bapak Lukas Enembe di kasus korupsinya dengan masalah kekosongan posisi wakil gubernur,” ujar Kastorius.
Staf Khusus Mendagri ini, juga mengatakan bahwa penetapan status tersangka atas Gubernur Lukas Enembe adalah murni langkah hukum yang diambil KPK secara independen berdasarkan LHA (Laporan Hasil Analisa) PPATK atas transaksi keuangan rekening atas nama Gubernur Lukas Enembe dan keluarganya.
“Kemendagri berharap agar semua pihak mendukung dan menghormati proses hukum yang sedang dilakukan oleh KPK,” kata Kastorius.