JAKARTA - Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria merespons keluhan masyarakat Pulau Pari, Kepulauan Seribu yang wilayahnya kerap dilanda banjir rob. Ia mengaku Pemprov DKI berupaya mengatasi persoalan tersebut.
Namun, menurut Riza, pengentasan masalah akibat krisis iklim ini tidak bisa diselesaikan dalam waktu yang cepat. Belum lagi, penanggulangan banjir rob ini membutuhkan anggaran yang cukup besar.
"Itu adalah masalah yang memang kami harus hadapi. Secara bertahap kami akan atasi semua masalah-masalah seperti itu. Perlu waktu dan biaya yang tidak sedikit," kata Riza di Balai Kota DKI, Jumat, 23 September.
Riza mengungkapkan, banjir rob di utara Jakarta memang sering terjadi. Pemprov DKI, lanjut dia, juga telah mendirikan tanggul untuk meminimalisasi dampak banjir di Jakarta Utara hingga Kepulauan Seribu.
Selain itu, penanaman mangrove juga terus dilakukan. Ia meminta masyarakat juga ikut membantu melakukan hal yang sama.
"Tidak hanya Pemprov, juga masyarakat, organisasi membantu wilayah Jakarta dengan cara menanam mangrove," ucap dia.
Saat ini, Forum Peduli Pulau Pari mengkhawatirkan krisis iklim yang mengancam Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Kelompok masyarakat yang sebagian besar berprofesi nelayan Pulau Pari ini menyatakan, kini 11 persen permukaan pulau Pari telah menghilang ke laut. Diprediksi, sebagian besar pulau bisa terndam pada 2050.
Warga Pulau Pari saat ini merasa terancam kehilangan mata pencaharian. Bukan tidak mungkin pantai-pantai wisata akan hilang. Hal ini pun berimbas pada pariwisata lokalnya. Tidak hanya itu, air sumur warga juga telah terkontaminasi air asin akibat kenaikan permukaan air laut.
BACA JUGA:
Lewat keterangan tertulis, salah satu Nelayan Pulau Pari, Edi Mulyono mengaku dirinya telah merasakan kerugian dari kondisi ini. Kata dia, banjir rob pada 2019 dan 2020 sempat menjadi rob paling besar yang pernah terjadi selama pulau ini ditinggali.
"Air laut terus naik, banjir rob terjadi semakin sering dan semakin besar. Akibat dari krisis iklim ini warga harus selalu waspada, beberapa sumur bahkan sudah tidak bisa digunakan karena tercemar air laut. Warga di bagian barat dan di RT 1 juga harus meninggikan rumahnya setiap tahun," tutur Edi, Rabu, 21 September.
"Pulau kami akan tenggelam, di mana kita akan tinggal?" keluhnya.