Kemendikbudristek Sorot 3 Masalah Lewar RUU Sisdiknas, Salah Satunya Kesenjangan Pendidikan
Ilustrasi kegiatan belajar mengajar di SMP. (Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sedang berupaya memecahkan tiga masalah pokok melalui Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).

Hal itu disampaikan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, dalam seminar "Membedah dan Menyempurnakan RUU Sisdiknas" di Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

"Ada tiga pokok permasalahan, tiga urgensi, yang ingin dipecahkan melalui RUU ini. Pertama adalah soal kesenjangan, kedua tentang rendahnya kualitas, dan kuatnya kultur birokrasi di dalam sistem pendidikan kita, dan ketiga adalah soal kesejahteraan dan kualitas guru," kata dia di Jakarta, Kamis 22 September.

Ia menilai, saatnya bangsa Indonesia serius mengatasi masalah kesenjangan pendidikan, terutama antarkelompok sosial ekonomi.

"Kita sudah lama sekali mendeteksi adanya kesenjangan ini. Ini menjadi sesuatu yang kita ketahui bersama. Adanya pandemi COVID-19 memperparah problem kesenjangan secara signifikan," ujar Anindito disitat Antara.

Berdasarkan data Kemendikbudristek, hasil belajar siswa yang berasal dari keluarga menengah ke atas dan ke bawah terpaut dua tahun pembelajaran, meski mereka duduk di tingkat yang sama.

Mengenai kualitas pendidikan, Anindito mengatakan, Indonesia sudah cukup berhasil memberikan akses kepada hampir semua anak berusia wajib belajar di tingkat SD dan SMP. Di tingkat SMA pun, Indonesia mengalami progres yang luar biasa dalam 20 tahun terakhir.

Ia mengakui, Indonesia masih harus melakukan peningkatan dalam hal memastikan bahwa anak-anak betul-betul punya kesempatan untuk belajar, bertumbuh, dan berkembang saat berada di sekolah.

"Ini sesuatu yang saya rasa kita semua sepakat bahwa sudah saatnya kita melakukan hal-hal yang sistematis dan mendasar untuk mengatasi isu rendahnya kualitas kita," kata dia.

Ia mengatakan tentang salah satu akar dari itu adalah kultur yang birokratis, yang mendominasi satuan pendidikan dan sistem pendidikan secara umum.

Mengenai isu ketiga soal kesejahteraan guru, Anindito mengatakan, masih terdapat sekitar 1,6 juta guru yang saat ini belum menerima penghasilan yang layak karena masih antre untuk mendapatkan sertifikasi sebagai pendidik.