Kebijakan Ganti Nama Ala Anies Baswedan Banjir Kritik: Mayoritas dari PDIP dan PSI
Anies Baswedan. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

YOGYAKARTA – Kebijakan ganti nama ala Anies Baswedan menuai banyak kritikan dari berbagai pihak.

Sebagaimana diketahui, sebagai orang nomor satu di DKI Jakarta, Anies beberapa kali mengganti nama fasilitas umum dan fasilitas sosial di Ibu Kota, seperti mengganti nama kawasan Kota Tua menjadi Batavia, merubah jenama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) menjadi Rumah Sehat untuk Jakarta, dan mengganti 22 nama jalan di Ibu Kota.

Tak hanya itu, Anies juga diduga menghapus program normalisasi sungai dari draf perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan menggantinya dengan program naturalisasi sungai.

Yang terbaru, Anies memperbolehkan perluasan daratan di kawasan Kepulauan Seribu, padahal sebelumnya, Anies menentang reklamasi yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat memimpin Jakarta.

Pihak-Pihak yang Lempar Kritik Terhadap Kebijakan Ganti Nama Ala Anies

Salah satu kebijakan ganti nama Anies yang mendapat sorotan banyak pihak adalah mengubah penjenamaan (branding) Rumah Saikit Umum Daerah (RSUD) menjadi Rumah Sehat untuk Jakarta (RSUJ).

Perubahan nama Rumah Sakit Umum Daerah Menjadi Rumah Sehat untuk Jakarta
Penjenamaan nama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) menjadi RUmah Sehat untuk Jakarta (RSUJ)/Dok. Humas Pemprov DKI

Anggota Fraksi PDID DPRD DKI Gilbert Simanjuntak meminta Anies untuk tidak begitu saja mengubah nama rumah sakit milik pemerintah daerah ini sebelum berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan. Sebab, secara nasional, penamaan RS masih berarti "rumah sakit".

"Secara nasional, RS masih singkatan rumah sakit, bukan rumah sehat. Artinya, DKI tidak boleh sembarangan menggantinya tanpa membicarakan hal ini dengan ahli tata bahasa dan meminta pendapat dari Kemenkes," kata Gilbert, melansir VOI.

Gilbert menilai, makna ganda yang dipakai Anies berupa rumah sehat dan rumah sakit yang digunakan swasta dan daerah lain ini akan membingungkan masyarakat.

"Penamaan rumah sakit menjadi rumah sehat akan menimbulkan kerancuan. Mengartikan bahasa Inggris 'hospital' akan menjadi dua arti, rumah sehat untuk RSUD DKI dan rumah sakit buat RS di luar RSUD, dan keduanya mempunyai arti yang berbeda. Ini akan membingungkan mereka yang sekolah. Ini sama seperti arti rumah singgah yang beda dari rumah tinggal," urai Gilbert.

Kritikan terhadap Anies juga datang dari rekan separtai Gilbert, yakni Gembong Warsono.

Menurut Gembong, selama memimpin Jakarta, Anies hanya berkutat pada masalah penamaan programnya dan tidak menyentuh inti masalah pembangunan di Jakarta.

Gembong mencontohkan sejumlah program kerja Anies yang disebut hanya memunculkan polemik terkait penamaan, yakni program naturalisasi sebagai pengganti normalisasi sungai.

Padahal, sampai saat ini program pengendali banjir tersebut tak kunjung diselesaikan hingga masa jabatan Anies yang akan berakhir dalam dua bulan terakhir.

"Lima tahun berdebat soal istilah apakah pakai normalisasi atau naturalisasi, tetapi tidak dikerjakan dua-duanya," ujar Gembong.

Terkait hal ini, Gembong menjuluki Anies sebagai “bapak perubahan nama”.

"Tidak ada pekerjaan spektakuler selama 5 tahun yang dikerjakan Anies. Karenanya, Bapak Anies saya juluki sebagai 'bapak perubahan nama'," kata Gembong dalam acara diskusi di ruang Fraksi PDIP gedung DPRD DKI Jakarta, Jakarta Pusat yang digelar 22 Agustus lalu.

Selain dua kebijakan di atas, keputusan Anies untuk merubah 22 nama jalan juga tak luput dari kritikan.

Politikus PSI Guntur Romli mengatakan kebijakan itu menyusahkan warga Ibu Kota. Menurutnya, perubahan puluhan nama jalan akan berdampak pada perubahan banyak dokumen kependudukan warga Ibu Kota.

Hal itu disampaikan Gun Romli menanggapi unggahan netizen yang memperlihatkan grafis tentang dampak dari pergantian 22 nama jalan di Jakarta berujung pada pengurusan banyak data penduduk.

"Waduh banyak banget dokumen-dokumen yangg harus diganti akibat ganti nama jalan," kata Gun Romli dalam akun Twitternya, @GunRomli, Minggu 26 Juni.

Sekedar informasi tambahan, perubahan 22 nama jalan tercantum dalam  Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 565 tahun 2022 tentang Penetapan Nama Jalan, Gedung dan Zona dengan Nama Tokoh Betawi dan Jakarta.

Dalam Kepgub itu, perubahan nama jalan khususnya di Jakarta Utara hanya ada satu ruas jalan yakni Jalan depan Taman Wisata Alam Muara Angke menjadi Jalan Mualim Teko.

Demikianlah pihak-pihak yang melemparkan kritik terhadap kebijakan ganti nama ala Anies Baswedan. Jika ditelisik kembali, kebijakan Anies banyak mendapat kritik dari PDIP dan PSI.