JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan penyidiknya telah melakukan jemput bola ke Mako Brimob Kotaraja, Jayapura, untuk mempermudah pemeriksaan terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe pada Senin, 12 September. Namun, yang bersangkutan tetap tidak hadir dengan alasan sakit.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri memastikan kehadiran penyidik di Papua untuk pemeriksaan terhadap Lukas sudah melalui mekanisme hukum yang berlaku. Kehadiran penyidik KPK juga untuk mempermudah pemeriksaan.
"Pemeriksaan di Papua tersebut dimaksudkan untuk memudahkan yang bersangkutan memenuhi panggilan ini. Namun, yang bersangkutan tidak hadir memenuhi panggilan tersebut dengan diwakilkan kuasa hukumnya," kata Ali dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Selasa, 20 September.
Ali meminta Lukas untuk kooperatif memenuhi panggilan penyidik selanjutnya. Keterangan gubernur petahana itu dibutuhkan untuk membuat terang dugaan korupsi yang sedang berjalan.
Tak hanya itu, dengan kehadiran Lukas diharapkan pengusutan kasus tersebut makin efisien. Kepastian hukum juga bisa didapat oleh pihak yang terkait dalam dugaan korupsi tersebut.
"KPK berharap ke depannya para pihak bersikap kooperatif dalam proses penegakan hukum ini, yakni dengan memenuhi panggilan pada proses pemeriksaan," tegasnya.
"Sehingga proses penanganan perkara bisa berjalan dengan baik, efektif, efsien, dan segera memberikan kepastian hukum bagi para pihak terkait," sambung Ali.
BACA JUGA:
KPK meminta Lukas tak perlu khawatir. Sebagai tersangka, dia pasti akan mendapatkan haknya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
"Para pihak tentunya juga diberikan hak-hak sesuai konstitusi untuk memperoleh pembelaan hukum pada proses pemeriksaan maupun peradilan," ujar Ali.
Diberitakan sebelumnya, Lukas Enembe telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi dari pengaduan masyarakat. Belum dirinci kasus yang menjeratnya tapi dia sudah dicegah ke luar negeri selama enam bulan.
Nantinya, pengumuman tersangka maupun konstruksi dugaan korupsi baru akan disampaikan saat proses penahanan. Langkah ini dilakukan setelah di masa kepemimpinan Ketua KPK Firli Bahuri.