JAKARTA - Mantan Menkumham dan pakar hukum tatanegara Yusril Ihza Mahendra mengadakan pertemuan khusus dengan Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa. Pertemuan keduanya membahas berbagai permasalahan hukum yang dihadapi TNI.
Pertemuan yang berlangsung santai itu berlangsung di Mabes TNI Jalan Merdeka Barat, Jakarta Kamis, 15 September 2022. Demikian keterangan tertulis yang diterima VOI.
Panglima TNI mengatakan persoalan hukum paling banyak dihadapi TNI adalah masalah terkait dengan tanah karena secara faktual TNI menguasai tanah-tanah di berbagai daerah yang sebagian memang belum disertifikatkan baik atas nama TNI maupun Kementerian Pertahanan.
Sebagian lagi lahan-lahan sekian lama berada dalam kekuasaan TNI, kini diklaim dan diakui masyarakat sebagai lahan mereka. Bahkan tidak sedikit jumlahnya lahan-lahan tersebut kini dikuasai baik oleh warga masyarakat maupun perusahaan swasta dan dijadikan permukiman atau lahan kegiatan bisnis. Dalam beberapa kasus, putusan pengadilan yang sudah inkracht mengalahkan TNI dalam sengketa tanah berhadapan dengan warga. Namun eksekusi atas putusan tersebut dalam praktik tidak dapat dilaksanakan.
Yusril menyarankan agar pihak TNI menginventarisasikan lahan-lahan yang diakui milik TN dan menganalisis satu demi satu keabsahan kepemilikan lahan-lahan tersebut. Dengan inventarisasi itu, dibuat pemetaan, mana yang bermasalah dan mana yang tidak. Terhadap lahan bermasalah, dapat dilakukan berbagai upaya penyelesaian, baik melalui mediasi maupun menempuh langkah hukum, jika upaya-upaya penyelesaian melalui mediasi tidak berhasil.
TNI adalah bagian dari rakyat. Karena itu, penyelesaian masalah pertanahan dengan rakyat harus mengedepankan prinsip musyawarah-mufakat sebelum menempuh langkah hukum. Panglima TNI Jenderal TNI Andika sepakat bahwa penyelesaian masalah pertanahan dengan masyarakat memerlukan pendekatan yang bijak dan manusiawi dengan tetap menjunjung tinggi hukum yang berlaku.
Polonia dan Hamparan Perak di Sumut
Salah satu masalah pertanahan yang kini sedang menjadi fokus perhatian masyarakat adalah permasalahan lahan eks Bandara Polonia/Landasan Udara (Lanud) Soewondo di Medan. Bandara Polonia sejak zaman Belanda telah dijadikan sebagain Pangkalan Angkatan Udara berdasarkan perjanjian dengan Kesultanan Deli masa itu. Sebagian lahan kawasan Bandara Polonia/Lanud Siewondo sudah disertifikatkan atas nama TNI, sebagian lagi belum dan secara faktual dikuasai berbagai pihak.
Pemerintah dan TNI telah merencanakan untuk mengganti lahan eks Bandara Polonia/Lanud Soewondo itu dengan lahan lain milik PTPN II di Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara seluas 1170 hektar. Namun lahan tersebut diklaim Sultan Deli sebagai miliknya yang disewakan dengan perusahaan perkebunan Belanda.
Meskipun perusahaan Belanda tersebut telah dinasionalisasikan oleh Pemerintahan Bung Karno di penghujung tahun 1950-an, dan kini dkuasai dan dikelona oleh PTPN, namun Sultan Deli berpendapat nasionalisasi memang dilakukan terhadap perusahaannya, tidak menasionalisasi lahan yang disewa perusahaan Belanda dengan Sultan Deli. Klaim Kesultanan Deli memang berpotensi menimbulkan persoalan hukum yang serius, meskipun PTPN II mengaku telah memiliki Sertifikat HGU atas lahan tersebut.
BACA JUGA:
Menteri BUMN Erick Tohir dikabarkan akan "menghibahkan" lahan yang HGU PTPN II tersebut kepada TNI. Sementara Sultan Deli menganggap tanah tersebut adalah milik Kesultanan yang disewakan dengan perusahaan perkebunan Belanda di masa lalu. Permasalahan ini, menurut Yusril Ihza Mahendra memang perlu diselesaikan dan dicari jalan tengah yang terbaik. Untuk itu, dia mengatakan bersedia untuk menjadi mediator antara Pemerintah Pusat dengan kerabat Kesultanan Deli, mengingat dia mempunyai hubungan yang sangat baik dengan kedua pihak.