MEDAN - Massa yang tergabung dalam Garda Pembela (GP) NKRI berunjuk rasa di depan gedung DPRD Sumut di Kota Medan. Mereka menolak rencana kedatangan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab.
Demo menolak Rizieq Shihab dikawal personel Polrestabes Medan. Massa sempat membakar ban.
Massa membawa sejumlah poster bergambar Rizieq Shihab. Mereka menolak rencana safari Rizieq Shihab termasuk di Medan.
"Kita menolak kelompok yang ingin memecah belah bangsa. Kami tegaskan, kami sebagai rakyat Sumut tidak ingin Habib Rizieq datang ke Sumut," teriak orator.
"Sumut sudah kondusif, kami tak mau kedatangan Habib Rizieq membuat Sumut tidak kondusif," lanjut orator.
Massa juga meminta DPRD Sumut agar tegas menindak kelompok-kelompok yang mengambil momentum kedatangan Rizieq Shihab ke Sumatera Utara.
Koordinator aksi, Muzani mengatakan kehadiran Rizieq Shihab bisa menimbulkan kerumunan.
"Keramaian kecil sering dimasalahkan dan dibubarkan. Ini sulit membendung perpecahan di tengah masyarakat," ujar dia.
Massa juga menilai pernyataan-pernyataan Rizieq Shihab provokatif. Hal ini disebut massa merugikan.
"Ada dia bilang kepolisian menjaga lonte karena kasus dia dengan Nikita. Dia juga bilang kalau polisi tidak tegas maka kami akan bertindak,” kata koordinator aksi mencontohkan pernyataan Rizieq yang disebut provokatif.
BACA JUGA:
Respons Polri soal Aksi Penolakan Rizieq Shihab di Sejumlah Daerah
Polri tak mempermasalahkan soal adanya aksi penolakan safari dakwah yang dilakukan Rizieq Shihab ke beberapa daerah. Alasannya, aksi itu disebut bagian dari demokrasi yang membebaskan setiap warga Indonesia untuk berpendapat.
"Tidak apa-apa, itu kan demokratis. Kita negara demokrasi, orang mau menyampaikan pendapatnya silakan," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono kepada wartawan, Rabu, 25 November.
Tapi Awi menegaskan setiap masyarakat harus memperhatikan peraturan pemerintah soal pencegahan penularan COVID-19. Karena itu, penerapan protokol kesehatan (prokes) menjadi syarat utama di masa pandemi.
"Yang penting, sekarang masa pandemi, patuhi protokol kesehatan," ujarnya.
Meski menyebut aksi penolakan itu merupakan hak demokrasi, Awi menegaskan bakal menindak jika terjadi pelanggaran prokes. Hal ini sesuai yang diamanatkan dalam Instruksi Presiden nomor 6 Tahun 2020 bakal membubarkannya.
"Bahwasanya sudah mengeluarkan surat telegram yang sudah tegas menyampaikan bahwasanya, kalau ada kerumunan untuk dibubarkan, jangan sampai terjadi klaster COVID-19 yang baru, itu dengan jelas," kata dia.