Bagikan:

JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor benur. Edhy Prabowo ditahan KPK.

“Para tersangka saat ini dilakukan penahanan rutan selama 20 hari terhitung sejak tanggal 25 November 2020 sampai dengan 14 Desember 2020 masing-masing bertempat di rutan KPK cabang gedung Merah Putih untuk tersangka EP, SAF, SWD, AF dan SJT,” ujar Wakil Ketua KPK Nawawi Pamolongo dalam jumpa pers di gedung KPK, Rabu, 25 November.

Ada dua orang yang belum dilakukan penahanan oleh KPK yakni tersangka berinisial APM dan AM. KPK meminta keduanya segera menyerahkan diri.

Dalam perkara ini, KPK menyebut Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster.

Pada Oktober 2020, SJT, Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) datang ke kantor KKP dan bertemu dengan SAF selaku staf khusus menteri sekaligus menjabat Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas. Dalam pertemuan menerut KPK, ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwader PT Aero Citra Kargo (ACK) dengan biaya angkut Rp1.800/ekor.

“Atas kegiatan ekspor benih lobster tersebut, PT DPP diduga melakukan transfer uang ke rekening PT ACK (Aero Citra Kargo) sebesar Rp731 juta. Selanjutnya PT DPP atas arahan EP (Edhy Prabowo) melalui tim uji tuntas memperoleh penetapan kegiatan ekspor benih lobster/benur dan telah melakukan sebanyak 10 kali pengiriman menggunakan PT ACK.

Dari urusan benih lobster alias benur ini, Menteri Edhy Prabowo mendapatkan keuntungan yakni penggunaan uang Rp3,4 miliar di antaranya untuk belanja barang mewah di Honolulu AS yakni jam rolex, tas Tumi dan LV, baju old navy.

“Di samping itu pada sekitar bulan Mei 2020, EP juga diduga menerima sejumlah uang sebesar US 100 ribu dolar AS dari SJT melalui SAF dan AM,” tegas Nawawi.

KPK kemudian menetapkan 7 orang tersangka yakni Menteri Edhy Prabowo, SAF, APM, SWD, AF dan AM. Sedangkan pemberi duit suap yakni SJT.