KPK Duga Ada Transaksi dengan Oknum di Pemkot Jogja untuk Urusi Perizinan
Eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti/DOK FOTO: Wardhany Tsa Tsia-VOI

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada transaksi yang dilakukan pihak swasta dengan oknum Pemerintah Kota Yogyakarta untuk mengurusi perizinan. Dugaan itu ditelisik dari dua swasta, yaitu Tommy Galih Prasetyo alias Tomy Sudjiro dan Joko Suparno.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan pemeriksaan keduanya sebagai saksi dilaksanakan pada Senin, 12 September. Mereka diperiksa terkait dugaan suap yang menjerat eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti.

"Kedua saksi hadir dan dikonfirmasi terkait pengetahuan saksi mengenai pengurusan perijinan yang diduga ada transaksional dengan oknum di Pemkot Yogyakarta," kata Ali dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 13 September.

Tak dijelaskan siapa oknum yang dimaksud. Namun, keterangan kedua saksi ini diharap dapat membuat terang dugaan suap perizinan yang terjadi di Pemkot Yogyakarta.

Sebenarnya, KPK juga akan memeriksa saksi lainnya, yaitu Daniel Feriyanto yang merupakan pihak swasta. Hanya saja dia mangkir dari panggilan penyidik.

Ali meminta Daniel memenuhi panggilan KPK. Surat akan dikirimkan kembali.

"Kami ingatkan agar saksi koperatif hadir memenuhi panggilan tim penyidik KPK pada kesempatan panggilan berikutnya," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, Haryadi Suyuti ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang lain yang turut ditetapkan jadi tersangka dalam kasus suap izin mendirikan bangunan.

Mereka adalah Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta Nurwidhihartana; sekretaris pribadi merangkap ajudan Hariyadi, Triyanto Budi Yuwono; dan Vice Presiden Real Estate PT Summarecon Agung Tbk, Oon Nusihono.

Haryadi yang baru purna tugas pada Mei lalu diduga menerima uang pelicin terkait penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Apartemen Royal Kedaton di kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta. Padahal, bangunan ini tak memenuhi beberapa persyaratan dari hasil penelitian dan kajian yang dilakukan Dinas PUPR.

Ketidaksesuaian itu di antaranya berkaitan dengan tinggi bangunan dan posisi derajat kemiringan bangunan dari luas jalanan. Untuk melicinkan perizinan, Oon diduga memberikan uang pada Haryadi melalui Triyanto serta Nurwidhihartana hingga Rp50 juta.

Kemudian, saat IMB akhirnya diterbitkan, Oon datang ke Yogyakarta untuk bertemu Haryadi di rumah dinasnya. Saat itu, dia menyerahkan uang sejumlah 27.258 dolar Amerika Serikat dalam sebuah tas kertas atau goodie bag berwarna cokelat.

Selain itu, Haryadi juga diduga menerima uang dari proses penerbitan izin pembangunan di Kota Yogyakarta. Hanya saja, belum diketahui pasti berapa jumlahnya karena pendalaman akan terus dilakukan oleh penyidik KPK.