JAKARTA - Bupati Mimika Eltinus Omaleng resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah dijemput paksa. Dia menjadi tersangka dugaan korupsi pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 di Kabupaten Mimika, Papua.
"Untuk kepentingan penyidikan, tim penyidik melakukan penahanan tersangka EO selama 20 hari pertama," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 8 September.
Selain Eltinus, ada dua tersangka lain yang ditetapkan KPK namun belum ditahan. Mereka adalah Kepala Bagian Kesra Setda Kabupaten Mimika yang merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) Marthen Sawy dan Direktur PT Waringin Megah (WM), Teguh Anggara.
Firli memaparkan kasus ini bermula pada 2013 lalu saat Eltinus belum menjadi Bupati Mimika. Eltinus yang merupakan seorang kontraktor dan komisaris PT Nemang Kawi Jaya ingin membangun gereja bernilai Rp126 miliar.
Selanjutnya, pada 2014, Eltinus yang terpilih menjadi Bupati Mimika mengeluarkan kebijakan, di antaranya menganggarkan dana hibah pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 ke Yayasan Waartsing dengan jumlah Rp65 miliar. Namun, dia ternyata belum melepas jabatan sebagai komisaris di PT NKJ.
"EO yang masih menjadi komisaris PT NKJ kemudian membangun dan menyiapkan alat produksi beton yang berada tepat didepan lokasi akan dibangunnya Gereja Kingmi Mile 32," ujar Firli.
Berikutnya, pada 2015, Eltinus menawarkan proyek ini ke Teguh Anggara yang merupakan pihak swasta. Langkah ini dilakukan untuk mempercepat proses pembangunan.
Hanya saja, sambung Firli, upaya ini didasari dengan kesepakatan pembagian 10 persen dari nilai proyek. "EO mendapat 3 persen dan TA (mendapat, red) 3 persen," tegasnya.
Dalam upaya mempercepat pembangunan itu juga, Eltinus mengangkat Marthen Sawy sebagai PPK. Padahal, kata Firli, Marthen tidak punya kompetensi di bidang konstruksi.
Dari penunjukkan inilah, kemudian Eltinus memerintahkan Marthen untuk memenangkan perusahaan Teguh Anggara walau lelang belum diumumkan. Adapun nilai kontrak pembangunan itu mencapai Rp46 miliar.
Setelah ditentukan nilai kontrak, Teguh kemudian mencari subkontraktor untuk pembangunan gereja tersebut, termasuk PT Kuala Persada Papua Nusantara (KPPN). Hanya saja, tak ada perjanjian kontrak yang mendasari.
Akibat perbuatannya, KPK menduga telah terjadi kerugian negara setidaknya Rp21,6 miliar dari nilai kontrak Rp46 miliar. "Dari proyek ini EO diduga turut menerima sejumlah uang sekitar Rp4,4 miliar," ungkap Firli.
BACA JUGA:
Atas perbuatannya, para tersangka disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.