JAKARTA - Kremlin secara positif menilai fakta, Presiden Amerika Serikat Joe Biden telah berbicara menentang pengakuan Rusia sebagai negara sponsor terorisme, kata Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov.
"Perumusan masalah (mengakui Rusia sebagai negara sponsor terorisme) sangat mengerikan. Dan, tentu saja, bagus bahwa Presiden AS merespons dengan cara ini," kata Peskov dalam sebuah wawancara dengan saluran TV RBC, melansir TASS 6 September
Menurutnya, "bahkan mengajukan pertanyaan seperti itu adalah sesuatu yang sangat sulit untuk dipahami."
Ketika ditanya apakah kata-kata Biden dapat dilihat sebagai pelunakan retorika anti-Rusia Washington, Peskov mengatakan bahwa "itu hampir tidak bisa menjadi alasan untuk penilaian semacam itu."
Sebelumnya seperti mengutip Reuters, Presiden Biden pada Hari Senin mengatakan Rusia tidak bisa disebut sebagai sponsor negara terorisme, label yang didorong Ukraina di tengah invasi Moskow.
Ditanya apakah Rusia harus ditunjuk sebagai sponsor negara terorisme, Presiden Biden mengatakan kepada wartawan di Gedung Putih: "Tidak."
Berbeda dengan Presiden Biden, Senat AS mengeluarkan resolusi yang mendesak Departemen Luar Negeri untuk mengakui Rusia sebagai negara sponsor terorisme pada 27 Juli.
Dokumen tersebut mengutip peristiwa di Georgia, Suriah, Chechnya dan Ukraina sebagai alasan keputusan terkait. Sebelumnya, Kyiv meminta Washington untuk memasukkan Rusia ke dalam daftar.
BACA JUGA:
Pada 28 Juli, sekelompok anggota Kongres dari Republik maupun Demokrat mengumumkan niat mereka untuk menyerahkan dokumen serupa ke DPR. Daftar itu dapat mencakup negara-negara yang, menurut Washington, "telah berulang kali mendukung tindakan terorisme internasional."
Pemerintah AS memiliki wewenang luas untuk menjatuhkan sanksi kepada negara-negara yang terdaftar. Departemen Keuangan AS dapat mengambil tindakan terhadap entitas dan individu tersebut, serta negara bagian yang berdagang dengan negara-negara dalam daftar.
Adapun negara-negara yang masuk dalam daftar tersebut saat terdiri dari Iran, Korea Utara, Kuba dan Suriah.