Bagikan:

JAKARTA - Analis politik sekaligus pendiri Indonesia Political Power Ikhwan Arif mengatakan Ganjar Pranowo seharusnya mulai menentukan sikap politik dan ketegasan berpolitik jika berkeinginan maju sebagai calon presiden pada Pilpres 2024.

"Kalau tidak, ya, makin terjungkal dari bursa pencapresan PDI Perjuangan," kata Ikhwan Arif dalam keterangan tertulis dikutip ANTARA, Sabtu, 27 Agustus.

Ikhwan menganalisis peluang Ganjar sebagai capres usai safari politik PDI Perjuangan dan Partai NasDem.

Safari politik yang dikomandoi Puan Maharani pada hari Senin (22/8) dinilai sebagai branding politik Ketua DPR tersebut selaku perpanjangan tangan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.

Menurut dia, Ganjar makin terjungkal dari bursa capres PDI Perjuangan dan nama Puan makin santer di pusat kekuatan partai tersebut.

Hingga hari ini, kata pendiri Indonesia Political Power itu, konsolidasi PDIP berada pada tahap distribusi kepentingan politik. Elite politik partai tersebut sudah mengerucutkan ketokohan Puan Maharani sebagai capres ketimbang Ganjar Pranowo.

Ikhwan Arif menyebutkan antara Puan dan Ganjar keduanya merupakan representasi pilihan politik yang berbeda.

Ganjar Pranowo, lanjut dia, lebih cenderung merupakan capres pilihan politik dari sejumlah sukarelawan politik, polanya dari bawah ke atas (bottom up). Beda halnya dengan Puan Maharani cenderung merepresentasikan pilihan politik PDI Perjuangan, polanya dari atas ke bawah (top down).

Baik Puan maupun Ganjar meskipun berada pada pusat kekuatan elite politik yang sama, menurut dia, mempunyai dukungan politik yang berbeda untuk maju sebagai capres.

Hal ini terlihat dari adanya sebuah pola distribusi kepentingan politik. Para elite partai politik yang berkuasa mengatur bagaimana perubahan pola distribusi kepentingan dalam masyarakat karena distribusi bergantung pada kekuasaan.

Dinamika Kekuasaan

"Titik fokus analisisnya adalah pada dinamika kekuasaan sebagai kekuatan dan tujuan yang diinginkan, dan sebagai kemampuan untuk mengambil keputusan," terangnya.

Menurut Ikhwan, ada beberapa faktor yang memengaruhi pola distribusi kepentingan yang berbeda dalam pemilihan capres dan cawapres di koalisi pilpres. Pertama, partai politik yang berkuasa adalah kunci utama, kedua kaderisasi partai politik, dan ketiga faktor figur atau ketokohan.

Dalam hal ketokohan, kata Ikhwan, Ganjar Pranowo memiliki keunggulan di samping sebagai kader partai penguasa, PDI Perjuangan. Elektabilitas Ganjar melampaui elektabilitas Ketua DPR Puan Maharani yang diprediksikan maju sebagai calon presiden pada tahun 2024.

"Besar kemungkinan keduanya dipilih sebagai calon presiden dan wakil presiden pada tahun 2024 dengan alasan pertimbangan elektabilitas figur dan keduanya berasal dari internal partai," ujarnya.

Sementara itu, di luar faktor internal partai, Ganjar Pranowo mempunyai kekuatan sukarelawan, seperti Ganjaris, Srikandi, dan sukarelawan politik yang tersebar di beberapa daerah yang terbentuk jauh sebelum berdirinya koalisi partai politik.

Tarik ulur antara sukarelawan dan kader partai, kata Ikhwan, tidak dapat dihindari. Ketika kader PDI Perjuangan menunggu keputusan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri, desakan eksternal partai terhadap pencalonan Ganjar Pranowo sebagai calon presiden makin kuat.

Di lain sisi, figur Anies Baswedan diprediksi maju sebagai rival Ganjar Pranowo. Sebagai figur publik yang berada di luar partai politik, mempunyai kekuatan sukarelawan politik dan jabatan Gubernur DKI Jakarta.

Karenanya menurut Ikhwan, Partai NasDem dan PKS secara terang-terangan memberikan dukungan politik terhadap mantan Menteri Pendidik itu.

Jika PDIP menginginkan berkoalisi dengan Partai NasDem, menurut Ikhwan, tentu jatah cawapres di tangan Ganjar karena PDI Perjuangan melihat ada nama Ganjar pada deklarasi nama-nama capres pilihan NasDem.

Sebaliknya, jika NasDem menginginkan Ganjar jadi capres, PDIP akan mencari rekan koalisi lain dengan tawaran yang sama, yaitu nama Puan Maharani sebagai capres.

Sebelumnya, PDIP juga berencana melakukan safari politik dengan partai politik koalisi pemerintahan Jokowi, yaitu Golkar, PAN, PPP, Gerindra, dan PKB.