Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan bahu membahu berupaya keluar dari tantangan yang timbul karena pandemi COVID-19. Selain berupaya menekan laju kasus positif COVID-19, pemerintah juga mengupayakan pemulihan perekonomian nasional lewat beragam program. Pemerintah mengalokasikan anggaran Rp695,2 triliun untuk perekonomian dan kesehatan.

Salah satu alokasi anggaran tertinggi adalah untuk menyokong usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), sebesar Rp123,46 triliun dalam bentuk program subsidi bunga, penjaminan kredit, relaksasi pajak, dan bantuan produktif.

Pemerintah juga melakukan pendampingan bagi pengelolaan usaha, sumber daya manusia, sarana prasarana, termasuk memfasilitasi digitalisasi UMKM. Digitalisasi UMKM pada dasarnya adalah agenda besar pemerintah untuk melakukan pemulihan juga transformasi ekonomi digital.

Bagi UMKM konvensional yang selama ini lebih banyak bertransaksi secara tradisional, bertatap muka baik dengan konsumen maupun penyedia bahan baku, digitalisasi akan sangat membantu di masa pandemi ini.

"Sekarang salah satu cara bertahan di saat pandemi adalah digitalisasi. Dengan bertransformasi secara digital, hubungan dengan konsumen maupun dengan penyedia bahan baku bisa dilakukanujar T. M. Zakir Machmud, Kepala UKM Center Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia dalam acara Dialog Produktif bertema "Naik Kelas UMKM Lewat Digitalisasi" yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Rabu 18 November.

Upaya mendigitalisasi proses bisnis pelaku UMKM, terutama yang masih asing dengan perkembangan teknologi, masih sulit karena terbentur pola pikir pelakunya sendiri.

"Jadi walaupun kita bicara digitalisasi, kita tetap harus melakukan pendampingan. Pendampingan itu macam-macam bentuknya, bisa melalui training, coaching, gathering, dan konsultasi. Intinya UMKM harus mempersiapkan diri ke arah digitalisasi," ungkap Zakir.

Perjalanan ke arah proses bisnis digital ini diakui Zakir membawa perubahan. Dengan digital, ada peluang baru juga yang akan muncul.

"Peluang baru ini akan besar efeknya dalam perekonomian. Istilahnya dalam perubahan itu pasti ada yang dikalahkan (looser) dan yang bangkit (gainer)," ujar Zakir.

Kehadiran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) menurut Zakir sendiri merupakan bentuk kehadiran negara bagi pelaku UMKM. Namun menurutnya, harus dilihat bahwa yang bisa memanfaatkan hal itu jumlahnya masih terbatas, karena mayoritas UMKM ada di level mikro yang belum tersentuh layanan perbankan, atau belum memiliki NPWP.

Saat ini dengan perubahan situasi, UMKM harus mampu beradaptasi, salah satu caranya adalah dengan digitalisasi dan mempersiapkan diri untuk masuk ke dunia baru.

"Digital itu bukan sekedar masuk saja, tapi mempersiapkan diri untuk perubahan dan konsekuensinya nanti," tutup Zakir.

Menjawab Perubahan

Head of Sales Wahyoo start up aplikasi bagi usaha warung makan, Triatmojo Suprasetyo tidak menampik apabila saat ini, segala aspek tengah bertransformasi ke arah digitalisasi untuk menjawab lanskap perubahan akibat pandemi COVID-19.

"Dukungan digitalisasi khususnya pada warung-warung makan berimbas positif pada pelaku bisnis. Dukungan yang kami berikan kita sebut P3K (Pelatihan, Pembimbingan, Pendapatan, dan Kemudahan). Ini yang menaikan derajat pelaku UMKM kita, terutama pemilik warung makan," ujar Triatmojo.

Kehadiran aplikasi seperti Wahyoo turut membantu mentransformasi UMKM ke arah proses bisnis digital.

"Mereka itu kita bantu naik kelas dengan digitalisasi dari segi apapun. Mulai dari digitalisasi pembukuan, dari situ kita bisa lihat cashflow mereka, kita bisa tahu apa kebutuhan mereka," terang Triatmojo.