JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus adanya praktik suap di sekolah menengah atas (SMA) negeri untuk mengamankan kursi bagi siswa baru. Mereka kerap mendengar rumor semacam ini.
"Sebetulnya bukan hanya perguruan tinggi. Dalam proses penerimaan siswa baru di SMA pun seperti itu rumornya," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kepada wartawan dikutip dari YouTube KPK RI, Selasa, 23 Agustus.
Alexander bilang modus yang digunakan adalah penambahan dari jumlah kuota online. Dari sanalah praktik suap kemudian diduga terjadi.
"Berapa kuota yang diterima secara online sebenarnya tapi praktik sebenarnya kalau kita cek sebenarnya, kalau kita cek sebenarnya ada penambahan dari jumlah yang diterima secara online," tegasnya.
KPK, sambung Alexander, prihatin dengan korupsi yang terjadi di dunia pendidikan. Padahal, sekolah dan kampus harusnya jadi tempat membentu karakter budaya antikorupsi dan integritas.
Namun, mereka tak mau berkecil hati. "(Itu tujuan, red) kami punya kedeputian pendidikan yang salah satu tujuannya adalah bagaimana kita bisa mendorong terciptanya budaya antikorupsi dan budaya integritas terutama di tataran pendidikan formal," ungkap Alexander.
"Mudah-mudahan enggak sebatas lip service, retorika, ketika kampus mengundang kami mengundang kami sosialiasi budaya antikorupsi, ternyata praktiknya masih ada," sambung dia.
KPK baru saja mengusut dugaan suap di lingkungan pendidikan. Mereka baru menetapkan empat tersangka dugaan suap penerimaan mahasiswa baru pada Universitas Lampung tahun 2022.
Penetapan tersangka ini berawal dari operasi tangkap tangan yang dilakukan di Lampung, Bandung, dan Bali. Para tersangka yang terjerat kasus ini adalah Rektor Universitas Lampung 2020-2024 Karomani; Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Lampung Heryandi; Ketua Senat Universitas Lampung Muhammad Basri; dan swasta Andi Desfiandi.
BACA JUGA:
Dalam kasus ini, Karomani diduga mematok harga kursi bagi calon mahasiswa baru di kampusnya dengan harga kisaran Rp100 juta hingga Rp350 juta saat melaksanakan Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila). Permintaan ini disampaikan setelah Heryandi dan Muhammad Basri menyeleksi secara personal kesanggupan orang tua mahasiswa untuk membayar.
Ada pun salah satu keluarga calon peserta Simanila, Andi kemudian berinisiatif membayar setelah keluarganya diterima sebagai mahasiswa karena bantuan Karomani. Dia kemudian menyerahkan uang tunai sebesar Rp150 juta di Lampung yang diambil oleh seorang dosen, yaitu Mualimin.
Dari perbuatannya itu, Karomani diduga berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp603 juta dari Mualimin yang kemudian digunakan untuk keperluan pribadi sebesar Rp575 juta.
Sementara dari Muhammad Basri dan Budi Sutomo yang merupakan Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Universitas Lampung, diduga total uang yang diterima Karomani mencapai Rp4,4 miliar. Uang ini kemudian dialihkan menjadi tabungan deposito, emas batangan, dan masih ada yang dalam bentuk tunai.