Soal Suap Penerimaan Siswa Baru Unila, KPK: Mencoreng dan Jadi Pintu Awal Manipulasi Berikutnya
Ilustrasi Gedung Merah Putih KPK di Jakarta. (dok VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut dugaan suap penerimaan mahasiswa baru yang menjerat Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani hingga Ketua Senat Unila Muhammad Basri mencoreng muruah dunia pendidikan.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan kampus harusnya berintegritas untuk menghasilkan generasi masa depan bangsa. Tak hanya itu, modus suap ini juga disayangkan karena kampus yang jadi penghasil generasi unggul harusnya punya tanggung jawab moral.

"Modus suap penerimaan mahasiswa baru telah mencoreng marwah dunia pendidikan yang punya tanggung jawab moral tinggi untuk menghasilkan generasi masa depan bangsa yang berkualitas dan berintegritas," kata dia seperti yang ditayangkan di YouTube KPK RI, Senin, 22 Agustus.

Ghufron mengingatkan manipulasi semacam ini tak boleh terulang di Unila maupun kampus lain di Tanah Air. Penyebabnya, sekali terjadi suap semacam ini bukan tak mungkin terjadi lagi nantinya.

"Manipulasi yang dilakukan pada tahap penerimaan awal menjadi pintu awal manipulasi berikutnya pada tahap pembelajaran hingga kelulusan nanti," tegasnya.

KPK memastikan akan terus mengusut dugaan suap atau korupsi lainnya di sektor pendidikan. Hanya saja, Ghufron bilang, langkah yang bakal dilakukan lembaganya baru bisa berhasil jika diikuti semua pihak tanpa terkecuali.

"Kami melalui upaya penindakan telah menangani berbagai modus perkara di sektor pendidikan. Melalui strategi pencegahan telah mendorong perbaikan sistem dan tata kelola penyelenggaraan pendidikan antikorupsi bagi mahasiswa," ungkapnya.

"Namun sekali lagi, untuk mencegah korupsi butuh komitmen dan tindakan nyata dari seluruh pihak termasuk penyelenggara negara itu sendiri," sambung Ghufron.

Sebelumnya, KPK menetapkan empat tersangka dugaan suap penerimaan mahasiswa baru pada Universitas Lampung tahun 2022. Penetapan tersangka ini berawal dari operasi tangkap tangan yang dilakukan di Lampung, Bandung, dan Bali.

Para tersangka yang terjerat kasus ini adalah Rektor Universitas Lampung 2020-2024 Karomani; Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Lampung Heryandi; Ketua Senat Universitas Lampung Muhammad Basri; dan swasta Andi Desfiandi.

Dalam kasus ini, Karomani diduga mematok harga kursi bagi calon mahasiswa baru di kampusnya dengan harga kisaran Rp100 juta hingga Rp350 juta saat melaksanakan Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila). Permintaan ini disampaikan setelah Heryandi dan Muhammad Basri menyeleksi secara personal kesanggupan orang tua mahasiswa untuk membayar.

Adapun salah satu keluarga calon peserta Simanila, Andi kemudian berinisiatif membayar setelah keluarganya diterima sebagai mahasiswa karena bantuan Karomani. Dia kemudian menyerahkan uang tunai sebesar Rp150 juta di Lampung yang diambil oleh seorang dosen, yaitu Mualimin.

Dari perbuatannya itu, Karomani diduga berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp603 juta dari Mualimin yang kemudian digunakan untuk keperluan pribadi sebesar Rp575 juta.

Sementara dari Muhammad Basri dan Budi Sutomo yang merupakan Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Universitas Lampung, diduga total uang yang diterima Karomani mencapai Rp4,4 miliar. Uang ini kemudian dialihkan menjadi tabungan deposito, emas batangan, dan masih ada yang dalam bentuk tunai.