Nama Eks Ketum PBNU Said Aqil Muncul di Kasus Suap Rektor Unila, KPK Bakal Konfirmasi ke Saksi Lain
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri/DOK FOTO: Wardhany Tsa Tsia-VOI

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mendalami munculnya nama eks Ketum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj di kasus suap penerimaan siswa baru Universitas Lampung (Unila). Sejumlah saksi nantinya akan diminta keterangan di persidangan.

Hal ini disampaikan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menanggapi munculnya nama Said Aqil di Pentadilan Tipikor Tanjungkarang, Lampung, Kamis, 26 Januari. Saksi bernama Mualimin ada uang Rp30 juta darinya mengalir ke kantong Said.

"Iya, fakta sidang tersebut akan dikonfirmasi kepada saksi-saksi lain nantinya," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Selasa, 31 Januari.

Fakta baru di persidangan itu tak bisa langsung membuat KPK bergerak, kata Ali. Mereka harus mendapat keterangan serupa dari saksi lainnya agar bisa dikembangkan.

"Apakah benar ada fakta hukum tersebut atau kah hanya sebatas fakta keterangan saksi saja memang perlu dilakukan pendalaman," tegasnya.

Dalam sidang dugaan suap penerimaan mahasiswa baru Unila, Mualimin mengatakan uang Rp30 juta diberikan untuk operasional Said Aqil selama di Lampung. Keterangan ini muncul usai jaksa menanyainya perihal bukti catatan tulisan berinisial SAS.

Tak dirinci kapan Said datang ke Lampung. Hanya saja, dia disebut Mualimin mengisi pengajian di sana.

Sebagai informasi, ada tiga terdakwa di sidang dugaan suap penerimaan mahasiswa baru Unila. Mereka adalah mantan Rektor Unila Karomani, Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi dan Ketua Senat Unila M Basri yang merupakan pihak penerima suap.

Sementara pihak pemberi suap yaitu Andi Desfiandi telah dijatuhi vonis hukuman kurungan penjara selama satu tahun dan empat bulan atau 16 bulan. Dia juga diharuskan membayar denda sebesar Rp150 juta subsider tiga tahun.

Pihak swasta ini terbukti memberikan suap pada Karomani dan terdakwa lain. Putusan diketuk pada Rabu, 18 Januari.