Bagikan:

JAKARTA - Fraksi PKB DPR menyoroti prospek ekonomi global yang disebutkan Organisasi Keuangan Dunia (IMF) akan "gelap signifikan". Untuk mencari formula menghadapi guncangan ekonomi tersebut, Fraksi PKB DPR meminta masukan dari berbagai pakar ekonomi saat diskusi di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta.

“Sebagaimana kita ketahui, yang kita sampaikan kondisi ekonomi kita ini dalam sinyal-sinyal IMF menyampaikan, bahkan sudah menyematkan istilah gelap signifikan. IMF menyampaikan itu, karena sudah melihat kondisi geopolitik yang tidak bisa kita hindari, dan ini betul-betul bukan faktor internal, faktor eksternal yang harus kita hadapi,” ujar Ketua Fraksi PKB DPR Cucun Ahmad Syamsurijal di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 22 Agustus.

Cucun mengimbau masyarakat agar jangan menjadikan kondisi ini sebagai suatu hal yang bisa dimanfaatkan oleh para spekulan.

Apalagi, lanjut dia, kondisi masyarakat Indonesia kadang menerima mentah-mentah apa yang disampaikan pengamat ekonomi dan juga anggota DPR. Padahal, kata dia, hal itu sangat berbahaya karena ekonomi ini sifatnya fluktuatif.

“Ini berbahaya sekali padahal yang namanya ekonomi ini fluktuatif. Bisa saja kondisi sekarang, BBM misalkan karena subsidi kita terlalu besar, akan terjadi guncangan ekonomi yang harus disiapkan soft buffer-nya itu seperti apa nanti,” tuturnya.

Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR ini menegaskan, tujuan pemerintah dengan DPR hanya satu, yakni mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia dengan fungsi APBN.

Adapun di antaranya, distribusi, alokasi dan stabilisasi yang akan dijalankan oleh pemerintah dan disetujui oleh DPR. Sehingga, masukan para pakar dan ahli sangat diperlukan dalam mengambil kebijakan di DPR.

“Kondisi stagnasi yang disebabkan oleh lonjakan inflasi global dan pelambatan ekonomi sebagai dampak pada geopolitik tadi, akan kita lihat bagaimana para pembicara termasuk di sini arsitek APBN-nya. Kita harapkan ini diskusi menjadi rujukan bagi fraksi PKB untuk membuat kebijakan,” ungkap Cucun.

Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Nathan Kacaribu menambahkan, jika IMF menyebut kondisi ekonomi global akan gelap signifikan, menurutnya tidak ada yang segelap awal 2020 lalu. Begitu juga saat Indonesia menghadapi COVID-19 varian Delta.

Namun, kata dia, itu semua dihadapi bersama dan dengan ketidakpastian bisa dilalui.

Febrio mengakui tantangan yang akan dihadapi bertambah lantaran pandemi belum selesai. Di satu sisi, ia belum tahu apakah ada tantangan yang lebih berat dari 2020. Yang pasti, kata dia, Indonesia sudah punya modal kerja yang kuat yakni kolaborasi ke depan bisa menjadi modal.

“Sebelum terjadinya geopolitik di akhir Februari 2022 kita sudah menghadapi inflasi yang tinggi di banyak dunia, karena apa? Karena selama dua tahun masyarakat dunia punya tabungan yang banyak, ketika mulai relaksasi masyarakat dunia ingin mobile dan ingin bergerak. Tapi sektor supply-nya tidak bisa menyesuaikan,” katanya.

Kemudian, lanjut Febrio, hal ini diperparah dengan geopolitik dimulainya perang di Ukraina. Dan konflik ini bukan sesuatu yang bisa dibayangkan akan selesai dalam waktu jangka pendek.

“Kita harus siap-siap tapi ini akan menjadi normal baru, antar kubu atau antar pihak belum akan selesai konfliknya dalam jangka pendek,” tandasnya.