Wacana Vaksinasi COVID-19 Berbayar pada 2023, Epidemiolog: Alihkan Mekanisme ke BPJS Kesehatan
Ilustrasi vaksinasi COVID-19 ditanggung pemerintah. (Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menilai masyarakat Indonesia perlu mendapatkan vaksinasi COVID-19 dosis penguat atau booster minimal sampai dosis keempat sebagai bentuk proteksi terhadap ancaman varian virus corona.

Menurut Dicky untuk mensukseskan tujuan tersebut, tanggungan vaksinasi minimal hingga dosis keempat yang diperoleh masyarakat sepatutnya ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

"COVID-19 serius sekali. Kalau vaksinnya tidak diberikan, terutama yang booster, saya melihat di skenario terburuknya, minimal dosis keempat perlu masuk dalam tanggungan BPJS Kesehatan atau asuransi swasta," kata Dicky, Jumat 19 Agustus.

Perkataan Dicky itu merespons wacana pemerintah yang tidak akan memberikan alokasi khusus untuk penanganan COVID-19, khususnya vaksin mulai 2023.

Dicky yang juga mantan Sekretaris Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada 2016–2018 itu, mengatakan pengalihan vaksinasi pada mekanisme pasar akibat kondisi keterbatasan anggaran negara, perlu ada kebijakan pemilahan sasaran berdasarkan kemampuan ekonomi peserta.

Contohnya, bagi masyarakat kategori mampu secara finansial dan bukan tanggungan asuransi BPJS Kesehatan atau swasta bisa menjalani vaksinasi secara mandiri.

"Saat ini sebagian besar penduduk Indonesia harus jadi peserta BPJS Kesehatan program JKN. Dalam konteks itu, hak peserta JKN ketika divaksin harus dibiayai anggaran JKN," imbuhnya.

Dicky menyebutkan, peserta vaksinasi yang dibiayai program JKN perlu dipastikan bahwa yang bersangkutan berstatus anggota aktif dan kewajibannya dipenuhi.

Selain itu, penerima vaksinasi program JKN juga berasal dari para Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan karena keterbatasan kemampuan ekonomi. "Sisanya bisa secara mandiri. Ini yang harus diperhatikan sampai dosis keempat," katanya.

Dicky menambahkan COVID-19 merupakan penyakit baru yang harus direspons oleh pemerintah lebih adaptif. "Misalnya, anak usia sekolah atau usia 3 tahun, ini siapa yang bayar. Kalau itu dalam kerangka JKN, dia harus ditanggung melalui mekanisme BPJS Kesehatan," tuturnya.

Sebelumnya, berdasarkan laporan Antara, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan rancangan anggaran untuk transformasi kesehatan 2023 berkisar Rp88,5 triliun.

Anggaran tersebut berasal alokasi anggaran kesehatan secara keseluruhan sebesar Rp169,8 triliun tahun depan. Anggaran transformasi kesehatan tersebut menurun dari 2022 mencapai Rp96,8 triliun, karena ada pengurangan pengadaan vaksin sebesar Rp10 triliun.

Hal itu disampaikan Menkes dalam jumpa pers Nota Keuangan dan RUU APBN 2023 pada Rabu 17 Agustus,