JAKARTA - Setelah meluncurkan logo dan Galeri Hunian Jakhabitat serta aplikasi Sirukim untuk pengintegrasian penyediaan perumahan di Jakarta, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebutkan ke depan hunian Jakarta harus vertikal.
Hal tersebut, kata Anies, tergambar dari logo Jakhabitat yang memperlihatkan tiga panah bersusun ke arah atas yang terinspirasi dari rumah tradisional kampung di Wae Rebo yang dikenal dengan Kampung di atas Awan.
"Jakhabitat yang berarti Jakarta merupakan tempat makhluk hidup atau keluarga bisa tumbuh berkembang, dengan logo yang melambangkan panah ke atas itu melambangkan hunian bersusun. Artinya Jakarta ke depan huniannya harus vertikal," kata Anies, Selasa, 16 Agustus.
Menurut Anies, hunian di Jakarta harus ke atas, tidak bisa lagi melebar, karena Jakarta pun sebagai kota tidak mungkin lagi bertambah lebar.
"Lebar Jakarta sekitar 600 km persegi, tidak bisa ditambah, tapi jika naik ke atas (hunian), kita masih punya ruang, karena itu sebabnya kita harap rumah-rumahnya vertikal, itulah sebabnya kita susun menjadi sebuah rangkaian ke atas," ucapnya.
Jakhabitat ini, kata Anies, adalah satu program integrasi untuk ikhtiar dalam membuat koordinasi di dalam jajaran pemerintahan menjadi lebih baik.
"Dengan ini kami memfasilitasi kebutuhan hunian di Jakarta, caranya dengan integrasi karena Pemprov DKI Jakarta dari pengalaman pengelolaan beberapa tahun ini menemukan pentingnya membuat program-program yang terintegrasi ke semuanya bagi masyarakat untuk memudahkan seperti transportasi dengan Jaklingko," ucapnya.
Dengan Jakhabitat ini, tambah Anies akan memudahkan masyarakat dalam mengikuti program penyedia rumah susun baik lewat program DP Rp0, program Rusunawa, penataan kampung, penataan kampung susun yang dikelola sebagai satu kesatuan.
"Dengan sistem ini, bagi masyarakat yang mencari hunian, informasinya bisa dilihat melalui galeri Jakhabitat dan aplikasi Sistem Perumahan dan Permukiman (Sirukim)," ucapnya.
BACA JUGA:
Dalam Jakhabitat ini, hunian yang tersedia ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yakni Rumah Susun Sewa, sementara bagi masyarakat non MBR dibangun unit pada kawasan Transit Oriented Development (TOD) di lima stasiun MRT.
Namun meski untuk masyarakat non MBR, tiap-tiap unit TOD ini harus mengalokasikan 20 persen dari jumlah unit yang dibangun bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah.
"Jadi kawasan TOD yang nanti dibangun bukan menjadi kawasan TOD yang hanya bisa dinikmati oleh mereka yang berpenghasilan tengah dan tinggi, tapi masyarakat yang berpenghasilan rendah pun bisa tinggal di tempat-tempat yang jadi pusatnya Jakarta," ucapnya.