Debat Pilkada Surabaya: Machfud Arifin Langsung Sindir Peristiwa Pengurusan Akta Kematian ke Jakarta
Machfud Arifin-Mujiaman (ISTIMEWA)

Bagikan:

SURABAYA - Calon wali kota Surabaya Machfud Arifin langsung menyindir kinerja Pemkot Surabaya yang disebut masih diskriminatif dalam debat Pilkada. Sejumlah contoh dibeberkan saat berbicara visi-misi dan program kerja.

“Baru-baru ini Surabaya menjadi perbincangan hampir seluruh masyarakat Indonesia untuk mengurus akta kematian Bu Yaidah harus mendatangi Kemendagri di Jakarta,” kata Machfud Arifin dalam debat Pilkada Surabaya yang disiarkan Youtube KPU Surabaya,  Rabu, 18 November

Ada juga kejadian di Kejawan Lor, Surabaya yang ikut disinggung Machfud Arifin yang berpasangan dengan Mujiaman di Pilkada Surabaya. Satu keluarga disebut mengaku tak pernah menerima bantuan dari Pemkot Surabaya.

“Pengaduan satu keluarga miskin lebih dari 30 tahun belum pernah menerima bantuan. Semua itu menunjukkan masih banyak ditemukan layanan publik diskriminatif dan berbelit,” sambung calon nomor urut 2 di Pilkada Surabaya ini.

Selain itu, dibeberkan juga data pengangguran yang angkanya mencapai 150 ribu orang di Surabaya. Belum lagi baru 4 ribu dari total 26 ribu UMKM yang mendapatkan pendampingan Pemkot Surabaya.

“Data Pemkot Surabaya 2020, warga miskin mencapai 817 ribu orang atau 26 persen. Data pengentasan kemiskinan belum terintegrasi. Karena itu kami MA-Mujiaman bertekad membangun data center dan big data terintegrasi,” tegas Machfud Arifin dalam debat Pilkada Surabaya.

Sementara itu calon wali kota nomor urut 1 Eri Cahyadi mengatakan akan membentuk Akademi Surabaya. Tempat ini menjadi pusat pelatihan keterampilan bagi warga Surabaya yang mencari pekerjaan.

“Kami akan mempermudah investasi di Surabaya tapi satu yang kami minta investasi harus untuk rakyat Surabaya di mana 45 persen orang yang bekerja KTP Surabaya,” sambung Eri Cahyadi dalam paparan program kerja.

Selain itu, Eri Cahyadi yang berpasangan dengan Armudji berjanji mendampingi UMKM termasuk memasarkan produk dengan bersinergi dengan pariwisata. 

“Layanan publik harus berhenti dan selesai di kelurahan karena ujung tombak layanan pemerintah Surabaya,” kata Eri.