Belajar dari OTT Bupati Pemalang, PPP Pastikan Calon Kepala Daerah yang Diusung Harus Punya Sertifikat Antikorupsi
Presiden Jokowi (tengah) diapit Eks Ketum PPP Romahurmuziy (kiri) dan Ketum PPP Suharso Monoarfa (kanan) saat Workshop Nasional Anggota DPRD PPP 2018 di Jakarta. (ANTARA-Wahyu P A)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa memastikan kepala daerah yang akan diusung partainya harus memiliki sertifikat antikorupsi. Langkah ini untuk mencegah terjadinya praktik korupsi seperti Bupati Pemalang nonaktif Mukti Agung.

"Saya sudah bilang, harus ada sertifikasi untuk seluruh bakal caleg dan bahkan kemudian nanti para pengurus partai kita untuk saya wajibkan mengikuti ini," kata Suharso kepada wartawan di Jakarta yang dikutip Selasa, 16 Agustus.

Dia prihatin terhadap operasi senyap yang menjerat Mukti Agung. Namun, dia memastikan bupati tersebut bukanlah kadernya.

Mukti, sambung Suharso, adalah kepala daerah yang diusungnya. "Ya, kita inalillahi wa inalillahi rojiun. Sebenarnya, (Mukti Agung, red) bukan kader PPP," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, Mukti ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK bersama lima orang lainnya. Mereka adalah Komisaris PD Aneka Usaha Adi Jumal Wibowo, Pj Sekda Kabupaten Pemalang Slamet Masduki, Kepala BPBD Sugiyanto, Kadis Kominfo Kabupaten Pemalang Yanuarius Nitbani, dan Kadis PU Kabupaten Pemalang Mohammad Saleh.

Penetapan tersangka ini dilakukan setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 11 Agustus.

Dalam operasi tersebut, tim menemukan bukti berupa uang tunai Rp136 juta, buku tabungan Bank Mandiri atas nama Adi Jumal Widodo yang berisi uang Rp4 miliar, slip setoran BNI atas nama Adi Jumal senilai Rp680 juta, dan kartu ATM atas nama Adi Jumal yang digunakan Mukti.

KPK mengungkap Mukti mematok tarif antara Rp60 juta hingga Rp350 juta. Hal ini disesuaikan dengan jabatan yang ingin diduduki oleh calon. Adapun uang yang diterima Mukti melalui Adi diduga mencapai Rp4 miliar. Selanjutnya, uang tersebut digunakan untuk keperluan pribadinya.

Selain itu, Mukti juga diduga menerima uang sebesar Rp2,1 miliar dari pihak swasta. Namun, dugaan ini akan didalami lebih lanjut oleh penyidik.