Bagikan:

JAKARTA - Dede Alfiandi alias Lutfi Alfiandi, pemuda yang fotonya viral karena membawa bendera di tengah aksi demo pelajar STM, mengaku disetrum oleh penyidik untuk mengakui melempar batu ke arah polisi saat aksi itu. Pengakuan itu dilontarkan di hadapan hakim saat menjalani sidang, Senin, 20 Januari.

Polisi meminta kasus ini dilaporkan agar bisa diusut kebenarannya. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, dengan adanya pelaporan, bisa dibuktikan kebenaran aksi setrum tersebut.

"Ada yg namanya dewan pengawas kita, Propam. Laporkan bila perlu. Nanti akan kita lakukan pemeriksaan," ucap Yusri di Jakarta, Rabu, 22 Januari.

Dia menambahkan, penyidik selalu bersikap profesional dan mengedepankan fakta-fakta-fakta yang ada. Sehingga, tak mungkin memaksakan adanya unsur pidana pada suatu kasus jika memang tak terjadi, termasuk pelemparan batu ke arah polisi yang dilakukan Lutfi.

Yusri akan menunggu hasil putusan majelis hakim untuk menentukan unsur pidana yang dilakukan Lutfi, sesuai dengan yang tertulis pada berkas perkaranya.

"Silakan saja dia mau menyampaikan seperti itu, silakan saja. Sidang masih berlangsung kita tunggu sampai nanti putusannya. Nanti ada mekanismenya," kata Yusri.

Terpisah, Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Audie S. Latuheru menegaskan, pernyataan Lutfi tak benar adanya. Sebab dari seluruh massa perusuh yang diamankan, hanya Lutfi yang menyebut disetrum oleh penyidik. Kasus Lufti ini ditangani oleh Polres Metro Jakarta Barat.

Padahal, massa perusuh lainnya ditempatkan di lokasi yang sama dengan Lutfi saat pemberkasan berlangsung. Sehingga, jika penyetruman itu terjadi, seharusnya akan ada banyak saksi yang melihat perbuatan penyidik.

"Waktu itu yang diamankan banyak orang, kalau dia doang yang disetrum kan tidak mungkin. Misalnya ya kalau terjadi insiden penyetruman, kalau pun terjadi, pasti kan dilihat banyak orang," kata Audie.

Sekedar infomasi, Dede Alfiandi alias Lutfi merupakan salah seorang peserta aksi demonstrasi menolak pengesahan sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) kontroversial di depan gedung DPR, Senin, 30 September 2018.