Bagikan:

BADUNG - Petugas imigrasi Bali mendeportasi dua orang perempuan Warga Negara Asing (WNA) asal Maroko berinisial ZO (37) dan MO (41). Kedua warga asing kakak beradik itu dideportasi karena overstay selama 866 hari di Indonesia.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) Bali, Anggiat Napitupulu mengatakan, kedua perempuan itu dideportasi sesuai Pasal 78 ayat 3 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian. Mereka melakukan pelanggaran izin tinggal karena melebihi batas akhir visa alias overstay.

"Orang asing pemegang izin tinggal yang telah berakhir masa berlakunya dan masih berada dalam wilayah Indonesia lebih dari 60  hari dari batas waktu izin tinggal dikenai tindakan administratif keimigrasian berupa deportasi dan penangkalan," kata Anggiat, Selasa, 2 Agustus.

WNA asal Maroko ini tiba di Bandara Soekarno-Hatta pada 27 November 2019 untuk berlibur. Keduanya menggunakan Bebas Visa Kunjungan (BVK).

Sedangkan BVK berlaku hanya 30 hari. Tapi dua WNA ini tak kembali ke Maroko karena pandemi.

"Yang bersangkutan tidak meninggalkan wilayah Indonesia. Keduanya mengaku tidak kembali ke Maroko karena menurut informasi dari ibu mereka bahwa penerbangan internasional di sana telah ditutup karena Pandemi COVID-19," papar Anggiat.

Mereka kemudian memilih tetap tinggal di Indonesia dengan mengandalkan uang kiriman orang tua. Kedua perempuan WN Maroko ini juga tak tahu soal aturan perpanjangan onshore di kantor imigrasi untuk izin tinggal. Atas kelalaiannya, mereka dinyatakan overstay.

"Walaupun ia berdalih hal tersebut adalah karena kealpaannya, imigrasi tetap dapat melakukan tindakan administratif keimigrasian yang sejalan dengan asas ketidaktahuan akan hukum tidak membenarkan siapa pun," tegas Anggiat.

Tapi karena deportasi belum bisa dilakukan dan masa dokumen perjalanan kedua perempuan ini habis, keduanya dititipkan ke rumah detensi imigrasi (Rudenim) Denpasar.

Setelah didentensi selama 71 hari, kedua perempuan WN Maroko ini dideportasi dari Bali.  Keduanya menaiki maskapai Saudia Airlines dari Bandara Soekarno-Hatta.

"Setelah kami melaporkan pendeportasian, keputusan penangkalan lebih lanjut akan diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan mempertimbangkan seluruh kasusnya," ujar Anggiat.