Bagikan:

JAKARTA - Kuburan massal yang diduga merupakan korban kelompok teroris ISIS ditemukan oleh Pasukan Kurdi di Suriah utara, termasuk perempuan dan anak-anak.

"Setidaknya 29 mayat, termasuk seorang wanita dan dua anak, telah ditemukan di kuburan massal" di dekat sebuah hotel di Manbij, kata seorang pejabat dewan sipil Manbij yang berafiliasi dengan Kurdi, berbicara dengan syarat anonim, dilansir dari The National News 29 Juli.

ISIS telah mengubah hotel menjadi penjara ketika menguasai kota utara antara tahun 2014 dan 2016. Pasukan Demokrat Suriah, milisi sebagian besar Kurdi yang didukung oleh Barat, mendorong ISIS keluar dari Manbij pada Agustus 2016.

Kuburan massal itu digali pada Rabu oleh pekerja kota yang sedang mengerjakan sistem pembuangan kotoran, kata dewan militer Manbij.

Beberapa korban tampaknya telah diborgol dan ditutup matanya, katanya.

Dewan militer mengatakan tidak jelas kapan mereka terbunuh, tetapi itu terjadi ketika ISIS memerintah Manbij.

Pemantau perang Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia yang berbasis di Inggris mengatakan, jenazah itu diyakini milik orang-orang yang diculik oleh pejuang ISIS.

Untuk diketahui, puluhan kuburan massal telah ditemukan di Irak dan Suriah tetapi proses identifikasinya lambat, mahal dan rumit.

ISIS merebut sebagian besar Irak dan Suriah pada tahun 2014, mendeklarasikan "kekhalifahan" dan membunuh ribuan orang sebelum intervensi koalisi pimpinan AS, untuk mendukung pasukan Irak dan milisi Suriah-Kurdi membantu mengalahkan kelompok itu.

Salah satu kuburan massal ISIS terbesar yang dilaporkan berisi 200 mayat dan ditemukan pada 2019 di dekat Raqqa, bekas ibu kota de facto kelompok itu di Suriah.

Sementara, kelompok hak asasi manusia telah berulang kali meminta otoritas Kurdi dan Pemerintah Suriah untuk menyelidiki nasib ribuan orang yang hilang selama pemerintahan ISIS.

Yang hilang termasuk reporter Inggris John Cantlie dan pendeta Jesuit Italia Paolo Dall'Oglio.

Perang saudara Suriah, yang meletus pada 2011 setelah tindakan keras brutal terhadap protes anti-pemerintah, telah menewaskan hampir setengah juta orang dan memaksa sekitar setengah dari populasi pra-perang negara itu meninggalkan rumah mereka.