JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H. Maming sebagai buronan karena tak kooperatif. Lalu, bagaimana nasib praperadilannya?
Mardani yang jadi tersangka dugaan suap dan gratifikasi izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu itu masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) KPK pada Selasa, 26 Juli. Penyebabnya, dia mangkir dari pemanggilan penyidik sebanyak dua kali.
"KPK memasukkan tersangka ini (Mardani Maming, red) dalam daftar pencarian orang (DPO)," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Selasa, 26 Juli.
Langkah ini pun dilanjutkan dengan mengirimkan surat kepada Bareskrim Polri. Korps Bhayangkara diminta membantu mencari Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
"KPK berharap tersangka (Mardani Maming, red) dapat kooperatif dan menyerahkan diri kepada KPK agar proses penegakan hukum tindak pidana korupsi tidak terkendala," ujar Ali.
Adapun ketidakhadiran Mardani saat dipanggil KPK sebanyak dua kali karena dia sedang mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Namun, sejak awal alasan ini dianggap tak tepat.
Penyebabnya, sidang praperadilan hanya menguji formil penetapan tersangka. Sementara materil penyidikan dugaan kasus suap dan gratifikasi yang dilakukan KPK tetap bisa berjalan.
Sementara itu, kuasa hukum Mardani Maming, Denny Indrayana membantah kliennya tak kooperatif. Menurutnya, surat permintaan penundaan sudah dikirimkan saat pemanggilan pertama dan kedua diterima.
"Dalam panggilan pertama dan kedua, kami bersurat kepada KPK bahkan kemarin Senin pun kami bersurat. Pada intinya apa, kami minta semua pihak menghormati proses praperadilan," kata Denny kepada wartawan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa, 26 Juli.
"Putusannya kan besok, jam 13.00 WIB. Jadi alangkah bijak, alangkah baiknya karena memang praperadilan itu hanya tujuh hari kita tunggu," sambungnya.
BACA JUGA:
Sedangkan terkait keberadaan Mardani Maming, Denny mengatakan dirinya tak tahu pastinya. Tapi, kliennya disebut sedang berziarah karena butuh ketenangan rohani.
"Beliau kelihatannya butuh keliling untuk ziarah-ziarah. Biasanya dalam situasi seperti ini butuh lebih mendekatkan diri pada yang di atas," ungkapnya.
Untuk lokasi resminya, Denny menegaskan dia tak tahu pasti. Apalagi, dirinya jarang berkomunikasi dengan Mardani karena mengurus praperadilan yang berjalan.
"Di mana posisi beliau memang tidak menginfokan," tegasnya.
Praperadilan bisa gugur
Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) mengatakan praperadilan yang diajukan Mardani bisa gugur. Penyebabnya, dia kini sudah ditetapkan jadi buronan.
"Sesuai aturan Mahkamah Agung, kalau status DPO maka tak bisa mengajukan praperadilan. Alias prapernya gugur," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman saat dihubungi VOI melalui pesan singkat, Selasa, 26 Juli.
Adapun aturan MA yang dimaksud Boyamin tertuang dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2018 tanggal 23 Maret 2018. Disebutkan, pengajuan praperadilan dilarang bagi tersangka yang melarikan diri atau sedang dalam status daftar pencarian orang (DPO).
Kembali ke Boyamin, dia meminta KPK memanfaatkan penetapan buronan itu untuk memenangkan praperadilan. Caranya, menyerahkan dokumen terkait penetapan daftar pencarian orang (DPO).
Apalagi, proses praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan masih berjalan pada hari ini, Selasa, 26 Juli.
"KPK mestinya hari ini bersamaan melampirkan kesimpulan, sekaligus melampirkan, menyerahkan DPOnya Maming. Sehingga putusan besok praperadilannya gugur," pungkasnya.